REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Insiden jatuhnya Germanwigs memberi dampak besar di dunia penerbangan global. Selain penetapan dua awak yang harus selalu ada di kokpit. Peraturan pintu pun mulai diperhatikan.
Australia Qantas Airways Ltd dan Singapore Airlines Ltd mengaku bila pihaknya menerapkan sistem ketat berlapis-lapis untuk melindungi kokpit. Insiden ini kemungkinan akan memicu perdebatan lebih lanjut akan masa depan perlindungan kokpit.
Sejak serangan 11 September di Amerika Serikat, regulator telah membuat aturan mengunci kokpit dari dalam kabin agar tak bisa ditembus.
Namun, mantan penyidik kecelakaan Perancis, Alain Bouillard mengatakan, pemikiran bahwa pilot itu sendiri bisa menjadi bahaya memberi alasan untuk memeriksa kembali kebijakan tersebut.
"Saat ini kami memiliki pertanyaan sebaliknya, haruskah kita memblokir pintu?" kata dia seperti dilansir Reuters, Jumat (27/3).
Hilangnya Malaysia Airlines 370 tahun lalu memunculkan spekulasi bila pilot dengan sengaja menghilangkan pesawat. Meski hal itu belum dikonfirmasi.
Penerbangan LAM TM-470 yang jatuh di Namibia November 2013 lalu merupakan kesengajaan kapten setelah kopilot meninggalkan kokpit. Kecelakaan itu menewaskan 33 orang.
Penerbangan Egypt Air 990 dari Los Angeles ke Kairo juga mengalami hal serupa. Pesawat tersebut jatuh di Samudera Atlantik dan menewaskan 217 orang pada 1999 silam. Peneliti AS mengatakan bila hal itu merupakan kesengajaan kapten pesawat.
Sayangnya, Adams Rite Aerospace yang berbasis di AS, sebuah unit dari TransDigm yang memasok sistem pengamanan pintu kokpit pada semua pesawat Airbus tidak segera memberi tanggapan.