REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Serangan yang dipimpin Arab Saudi ke Yaman masih terjadi. Meski, ribuan masyarakat telah menolak serangan tersebut dan puluhan korban jiwa berjatuhan.
Serangan itu setidaknya menewaskan lebih dari 40 warga sipil tak berdosa termasuk perempuan dan anak-anak dalam serangan sejak Kamis (26/3) waktu setempat. Seperti diberitakan Fars News 25 warga sipil tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam serangan pertama. Sedangkan dalam serangan kedua menewaskan lebih dari 15 orang.
Laman Al Jazeera, Jumat (27/3) waktu setempat mengatakan, serangan udara menargetkan kamp penerimaan anggota baru yang bergabung dengan milisi Houthi di Sanaa. Saksi mata juga melaporkan, serangan udara dan ledakan keras terjadi di Sa'ada dekat perbatasan Saudi, di mana sebuah unit militer menjadi targetnya.
Saudi dan sekutunya merenggut nyawa puluhan warga Yaman saat melakukan serangan di Sana'a, Sa'ada, Lahij, dan Ta'iz. Menurut warga, puluhan kendaraan yang membawa rudal anti-pesawat terus menerus mengelilingi lingkungan ibu kota sejak serangan yang dipimpin Saudi itu dimulai.
Masyarakat global rupanya mengkhawatirkan, bila serangan tersebut akan lebih banyak menjatuhkan korban dari kalangan sipil.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan. Rusia menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi yang memburuk di Yaman.
Beijing juga menyatakan keprihatinan mendalam atas serangan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying mendesak semua pihak untuk bertindak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Yaman dan untuk menyelesaikan sengketa melalui dialog.
"Semua pihak yang terlibat cepat menyelesaikan perselisihan melalui dialog politik, mengatasi krisis saat ini dan memulihkan stabilitas dalam negeri dan normalitas ke Yaman," kata dia dalam konferensi pers.
Sebaliknya, dalam sebuah pernyataan usai serangan, Gedung Putih justru mendukung serangan Saudi. Gedung Putih mengatakan bahwa AS tengah mengkoordinasikan dukungan militer dan intelijen dengan Saudi. Namun tidak mengambil bagian secara langsung dalam
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jeff Rathke mengatakan pada Kamis (26/3) waktu setempat bahwa pemerintah AS memahami kekhawatiran Saudi dan mendukung upaya mereka.