REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Transkip kota hitam pesawat Germanwings mengungkap percakapan terakhir antara pilot Patrick Sondheimer dengan kopilot Andreas Lubitz, Ahad (29/3).
Sebelum kecelakaan Sondheimer terdengar berteriak pada dengan nada keras dan kasar agar pintu kokpit dibuka, Lubitz namun tidak digubris sama sekali.
''Buka pintu ini s*alan !,'' kata Sondheimer di detik-detik terakhir sebelum pesawat menghantam pegunungan Alpen dan hancur berkeping-keping. Suara teriakan penumpang di belakangnya terdengar sangat menyedihkan dan tak berdaya.
Koran Jerman Bild am Sonntag mengungkapkan suara-suara terakhir dari pesawat berpenumpang 150 orang tersebut. Transkrip yang belum dirilis secara resmi itu merupakan rekaman suara kokpit.
Di menit-menit awal penerbangan, semua terdengar normal. Percakapan antara dua rekan dan kebisingan mesin kokpit. Sondheimer mengatakan ia belum sempat ke toilet saat di bandara.
''Kau bisa pergi kapan saja,'' katanya.
Beberapa waktu kemudian, Sondheimer meminta Lubitz untuk bersiap landing.
''Kau ambil alih,'' katanya, dikutip Mirror.
Sementara Lubitz hanya menjawab ''Lihat saja, Kau bisa pergi sekarang,'' katanya tenang.
Sondheimer pergi dan kokpit terkunci. Lubitz terdengar menekan sebuah tombol dan pesawat langsung turun perlahan dari ketinggian 38 ribu kaki. Penumpang tidak sadar bahwa pesawat sedang menukik menuju pegunungan.
Sondheimer kemudian terdengar menggedor pintu meminta masuk kokpit. Tak digubris Lubitz, Ia berteriak lebih keras dan memohon. ''Demi Tuhan, buka pintunya!,'' kata dia.
Sondheimer terdengar menggunakan kapak untuk membuka paksa pintu kokpit sementara Lubitz tetap diam membisu di dalam. Saat itu penumpang mulai terdengar berteriak-teriak. Sondheimer terdengar panik dan depresi. ''Buka pintu s*alan ini!,'' bentaknya.
Suara semakin bising, riuh penumpang berteriak-teriak, kemudian rekaman habis.
Dikutip Telegraph, kopilot 27 tahun itu belakangan diketahui mengalami masalah penglihatan dan sedang menerima pengobatan psikis. New York Times melaporkan bahwa Lubitz mendapat perawatan dari Dusseldorf University Hospital untuk masalah penglihatan.
Polisi mengatakan mereka menemukan obat antidepresan di rumah Lubitz. ''Kita tak punya petunjuk tentang apa yang melintas di kepalanya,'' kata dokter Simon Wessely dari Institute of Psychiatry di King's College London.
''Meskipun jika kami memiliki semua rekam medis Lubitz dan telah mewawancarainya langsung, itu tetap tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi padanya dan apa yang mempengaruhinya,'' kata Wessely. Dokumen medis menunjukan ia pernah sakit.
Tetangga Lubitz terkejut dengan dugaan kecelakaan sengaja yang diduga dilakukan Lubitz. Mereka mengenal pria tersebut sebagai pria yang sangat sehat secara fisik. Catatannya menyebutkan Lubitz sering melakukan lari jarak jauh. Ia lulus semua tes medis untuk pilot Germanwings.
Dokter dari Royal College of Psychiatrists Inggris Raj Persaud mengatakan pembunuhan massal bisa diakibatkan gangguan kepribadian pelaku. ''Mereka merasa sesuatu yang begitu mengerikan telah dilakukan pada mereka sehingga mereka melakukan bencana sebagai balas dendam,'' katanya.
Menurut Persaud, bencana tersebut seperti seimbang dengan apa yang pernah mereka derita. Namun, tambah Persaud, mencegahnya menjadi sulit karena pelaku kadang pintar menyembunyikan apa yang mereka rasakan.
''Orang bisa sangat terampil membuat topeng,'' kata Paul Keedwell, psikiater khusus gangguan mood dari Cardiff University. Menurutnya, akan tidak bijaksana jika menganggap kesengajaan Lubitz mencelakaan pesawat adalah tindakan agresif.
Menurutnya, bisa saja Lubitz hanya menginginkan kematian dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang sekitarnya. Beberapa ahli mengatakan pelaku pembunuhan massal juga bisa jadi ingin dikenal orang banyak dan menjadi terkenal.
''Subjek dapat ketenaran dengan melakukan sesuatu yang akan diingat dunia, meskipun sebagai pahlawan negatif,'' kata Dr Roland Coutanceau, presiden Liga Perancis untuk Kesehatan Mental.
Dia mengatakan tindakan seperti itu kadang-kadang dilakukan oleh orang-orang paranoid dan marah pada majikan atau masyarakat luas.
''Ini adalah tindakan destruktif yang (memberikan) dia semacam keabadian,'' kata Coutanceau. ''Kematian hanya bagian dari script," tutupnya.