Senin 30 Mar 2015 10:15 WIB

Turki Tutup Semua Pintu Perbatasan ke Suriah

Rep: Gita Amanda/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pengungsi Suriah menuju perbatasan Turki di dekat Kota Kobani.
Foto: NBCNews
Pengungsi Suriah menuju perbatasan Turki di dekat Kota Kobani.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pemerintah Turki bulan ini akhirnya memutuskan untuk menutup semua pintu perbatasannya dengan Suriah. Ini dilakukan di tengah kekhawatiran akan serangan teroris, dari negara tetangga yang sudah empat tahun di landa konflik tersebut.

The New York Times Ahad (29/3) melaporkan, gerbang perbatasan di Oncupinar dan Cilevgozu di Provinsi Hatay ditutup pada 9 Maret lalu. Langkah tersebut dilakukan sebagai pencegahan atas bentrokan intensif di utara Suriah.

Pihak berwenang Turki mengatakan, pintu masih terbuka untuk bantuan dan perdagangan resmi. Namun gerbang perbatasan tertutup untuk individu yang mencoba menyeberang ke Turki, termasuk warga Suriah dengan paspor.

Penutupan perbatasan tampaknya menjawab teka-teki mengenai komitmen Turki, yang mencoba menyeimbangkan antara penerimaan pengungsi dan tekanan sekutu Barat untuk memperketat perbatasan. Sejauh ini Turki telah menerima sekitar dua juta pengungsi dari Suriah.

Gerbang perbatasan sebelumnya telah ditutup secara sporadis selama konflik. Namun biasanya hanya untuk beberpa waktu. Untuk kali ini para pejabat Turki tak mengatakan kapan gerbang akan kembali dibuka.

"Kami tak berbicara mengenai ancaman dari satu atau dua orang di sini. Kami telah menerima laporan intelijen yang mengatakan akan ada serangan teroris berskala besar, untuk itu kami mengambil tindakan pencegahan," ungkap seorang pejabat dengan syarat anonimitas.

Akibat penutupan ini banyak pekerja bantuan dan warga Suriah yang mengeluh. Pekerja bantuan misalnya mereka mengaku kesulitan mencari pengobatan yang mendesak bagi warga yang sakit keras di perbatasan.

"Sepuluh orang tewas sejak penutupan. Saya bahkan menyaksikan anak 11 tahun yang perlu dirawat di bangsal darurat karena masalah ginjal meninggal di perbatasan," ujar anggota oposisi Jaish al-Islam, Ahmad Akrama.

Kesulitan juga dialami warga lain, Abdo Falouti. Ia telah tinggal di Turki selama tiga tahun bersama keluarganya termasuk sang ibu. Namun hingga kini ibunya belum kembali, setelah beberapa pekan lalu sang ibu ke Suriah untuk memperbarui paspornya.

"Sekarang kita semua terjebak, kadang saya bertanya pada diri sendiri apakah mungkin saya tak akan pernah melihat lagi Suriah," katanya.

Rata-rata 3.000 warga Suriah menyeberang ke Turki melalui perbatasan Cilvegozu setiap harinya. Namun kini pengungsi yang ingin melarikan diri ke Turki mungkin harus menggunakan cara ilegal, melalui penyelundupan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement