Jumat 03 Apr 2015 17:21 WIB

Junta Thailand Ancam Bredel Media Kritis

Prayuth Chan-ocha
Prayuth Chan-ocha

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemimpin Thailand mengancam menutup media massa kritis. Saat menanggapi kritikan terhadap pemerintahannya, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha memerintahkan media mematuhi aturan atau menghadapi akibatnya.

"Saya akan menutup mereka jika tidak menulis hal baik. Saya belum menutup media massa apapun tapi tolong tulislah dengan cara baik. Jika tidak, saya terpaksa melakukannya," kata Prayuth kepada wartawan dalam kunjungannya ke akademi militer di Bangkok, Jumat (3/4).

Prayuth secara resmi mencabut darurat militer, Rabu, 10 bulan setelah merebut kekuasaan melaui kudeta pada Mei. Namun, darurat militer tersebut digantikan dengan UU baru yang masih mempertahankan kekuasaan mutlak atas Prayuth dan militer.

Meski kebebasan pers sudah dibatasi sejak kudeta, empat badan yang mewakili media Thailand mengecam UU pers baru itu dan mengatakan langkah tersebut mengganggu hak asasi manusia,kebebasan rakyat dan media lebih buruk dari darurat militer.

UU pengganti darurat militer tersebut dibuat berdasar Pasal 44 konstitusi sementara yang ditulis  junta.

Penggantian darurat militer tersebut mendapatkan sedikit perhatian baik dari dalam negeri maupun dari sekutu-sekutu Bangkok di Barat, yang mendesak Prayut untuk mengembalikan negara kerajaan itu ke demokrasi sipil.

Uni Eropa menjadi sekutu terakhir Thailand yang mengkritik wewenang baru itu, Kamis (2/4). Uni Eropa mengatakan aturan itu tidak akan membawa Thailand lebih dekat kepada pemerintahan yang demokratis dan akuntabel.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement