REPUBLIKA.CO.ID, Konflik tak berkesudahan di Irak pascapenumbangan Rezim Saddam Hussein oleh Pasukan Sekutu pada 2003, menyisakan banyak persoalan. Tidak hanya konflik komunal yang melibatkan dua sekte berseteru, Sunni dan Syiah. Dampak pertikaian dan instabilitas politik berimbas pula pada merosotnya perekonomian warga. Bukan cuma kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan juga berpengaruh pada minat pernikahan di Negeri Seribu Satu Malam itu.
Berdasarkan tradisi yang selama ini berlaku di Irak, perempuan cenderung menikah di usia 20 tahunan, paling lambat. Tetapi, kondisi itu telah berbalik saat ini. Ekonomi yang kian memburuk sebagai dampak satu dekade sanksi internasional dan konflik internal mengakibatkan perubahan pola perkawinan.
Di Irak, menurut sebuah data, tak kurang dari 1 juta perempuan di atas usia 35 tahun tidak menikah. Kondisi ini memang tidak mudah. Mengingat, biaya pernikahan seperti halnya di kawasan Timur Tengah lainnya, cukup besar. Calon mempelai pria, mesti dihadapkan dengan ongkos-ongkos pernikahan yang melangit, meliputi mas kawin, rumah, dan biaya hidup sehari-hari.
Ini diperburuk dengan minimnya ladang pekerjaan yang menjadi salah satu kendala sulitnya pernikahan di Irak. Tertarik menikahi perempuan Irak? Bersyukurlah, di Indonesia pernikahan bisa dilangsungkan dengan maskawin perlengkapan alat shalat dan tasyakuran sederhana.