REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Senin (6/4) memperingatkan serangan udara dan bentrokan yang terus terjadi di Yaman membatasi akses kemanusiaan di negara yang dilanda kerusuhan itu.
"Menurut OCHA, sementara serangan udara dan bentrokan bersenjata berkecamuk, instalasi medis dilaporkan dikuasai oleh pihak bersenjata," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam satu taklimat di Markas Besar PBB, New York, AS.
Lembaga dunia itu juga telah menyeru semua pihak dalam konflik tersebut agar menahan diri dan tidak menyerang warga sipil, kata juru bicara itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 540 orang telah tewas dan sebanyak 1.700 orang telah cedera akibat kerusuhan di Yaman sejak 19 Maret.
Meskipun terdapat tantangan, mitra bantuan PBB terus berjuang untuk menyalurkan pasokan bantuan yang sangat diperlukan, terutama untuk mendukung layanan medis, dan mengirim tim medis darurat, kata juru bicara tersebut.
Di tengah serangan udara pimpinan Arab Saudi, yang terus berlangsung, terhadap sasaran gerilyawan Syiah Al-Houthi dan situasi kemanusiaan yang memburuk di lapangan, Dewan Keamanan PBB mengadakan pembahasan tertutup pada Sabtu (4/4) atas permintaa Rusia. Dewan Keamanan mulai mengerjakan rancangan resolusi yang bertujuan mewujudkan gencatan senjata.
Yaman telah terlibat dalam kemelut politik sejak 2011, ketika protes massa memaksa presiden saat itu Ali Abdullah Saleh untuk meletakkan jabatan. Pembicaraan perujukan selama tiga tahun gagal menyelesaikan krisis itu tapi malah menciptakan kevamukan besar kekuasaan yang dapat menguntungkan Al-Qaida di Jazirah Arab, yang tangguh, dan kelompok fanatik lain.