REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD-- Pakistan tidak terburu-buru memutuskan apakah akan bergabung dengan sekutu pimpinan Arab Saudi untuk melawan pemberontak di Yaman, kata perdana menteri, Selasa, sebelum putaran diplomasi, yang melibatkan Iran dan Turki.
Nawaz Sharif mengatakan dalam sidang istimewa parlemen terkait Yaman bahwa ia pikir, upaya diplomatik, yang direncanakan dalam beberapa hari mendatang, akan membuahkan hasil.
Arab Saudi meminta sekutu lamanya, Pakistan, menyumbang pesawat, kapal dan pasukan darat dalam gerakan mengalahkan pemberontak Syiah Houthi di Yaman.
Namun, Pakistan sejauh ini menolak dan menyerukan penyelesaian diplomatik serta mengatakan tidak ingin mengambil bagian dalam setiap kemelut, yang akan memperburuk perpecahan aliran di dunia Muslim.
Iran, kekuatan Syiah utama, telah mengkritik keras operasi militer di Yaman yang dilakukan oleh koalisi negara-negara Muslim yang sebagian besar Sunni. Negara itu menuduh Arab Saudi menabur ketidakstabilan dengan kampanye udara.
Sharif mengatakan setiap partisipasi Pakistan akan membutuhkan dukungan dari parlemen dan mengadakan sesi khusus untuk membahas masalah ini. Dia mengatakan kepada anggota parlemen pada Selasa bahwa ia tidak ingin memanipulasi Anda untuk mendapatkan mandat.
"Luangkan waktu Anda, kami tidak terburu-buru, kami akan mengambil semua poin yang baik dan saya ingin parlemen juga mengatakan sesuatu tentang tuntutan teman-teman kami," kata Sharif, yang dilindungi oleh Arab Saudi saat digulingkan dalam kudeta militer 1999.
Sharif bertemu rekannya dari Turki, Ahmet Davutoglu di Ankara pada Jumat dan setelahnya mengatakan kedua negara ingin resolusi damai untuk krisis Yaman. Pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan Turki, Iran dan Pakistan direncanakan dilakukan dalam beberapa hari mendatang, dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan bertemu para pemimpin negara itu di Teheran, Selasa (7/4).