REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Sekitar 150 orang yang menjadi bagian kelompok garis keras Iran, melakukan aksi demo di depan Gedung Parlemen Iran pada Selasa (7/4), pagi. Mereka mengangkat spanduk dan meneriakkan slogan-slogan menentang kerangka nuklir Iran yang disepakati Kamis (2/4) lalu di Lausanne, Swiss.
Seperti dilansir The New York Times, ini merupakan kali pertama kelompok konservatif tampak terputus dari struktur kekuasaan di Iran. Banyak dari pendemo yang merupakan kaum muda menyatakan kekecewaan mereka atas kompromi Iran atas kesepakatan nuklir.
Aksi protes dilakukan di tengah pidato Menteri Luar Negeri sekaligus negosiator nuklir Iran, Mohammad Javad Zarif. Dalam pidatonya, dia menmenjelaskan kerangka nuklir dan menjawab pertanyaan Parlemen. Saat itu Zarif memperoleh pujian atas usahanya melakukan negosiasi terkait program nuklir Iran.
Namun, di luar gedung ratusan orang terus meneriakkan kekhawatiran mereka akan kesepakatan nuklir. Meski beberapa warga lain mendukung Zarif.
Salah seorang demonstran, Vahid Aziz mengatakan, mereka khawatir akan kesepakatan tersebut. Ia mengatakan, sudah menjadi hak mereka untuk menyatakan pendapat mengingat Iran merupakan negara demokratis.
Hal senada disampaikan salah satu penyelenggara aksi, Ali Mataji. Menurutnya, protes itu diperlukan karena mereka sebagai rakyat memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan.
"Kami tak akan berhenti, karena ada penyimpangan dari kepentingan nasional dalam masalah nuklir ini," ujar Mataji.
Tapi pendapat mereka tampaknya menjadi minoritas. Dalam jajak pendapat terbaru yang dilakukan kantor berita pro-pemerintah IRNA, 96 persen warga di Teheran mendukung kesepakatan nuklir. Meski jajak pendapat di Iran tak bisa diandalkan, namun IRNA bersikeras 83 persen responden mengungkapkan kebahagiaan dan harapan mereka pada kesepakatan nuklir.
Kementerian Dalam Negeri Iran mengutuk aksi demonstrasi yang mereka gambarkan sebagai kegiatan ilegal. Menteri Dalam Negeri Iran, Abdolreza Rahmani Fazli bahkan mengeluarkan peringatan bahwa aksi yang dilakukan tanpa izin ke depannya dianggap ilegal.
"Mereka yang khawatir atau tidak membutuhkan izin untuk melakukan protes, sehingga kami dapat menjamin keamanan mereka," katanya pada surat kabar Arman.
Hingga saat ini pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamanei, belum berkomentar. Namun, seorang analis mengatakan, dukungan luas di kalangan konservatif merupakan refleksi dari pemikirannya.