Sabtu 11 Apr 2015 12:21 WIB
Laporan dari Sudan

Pemilu tanpa Perlawanan Sengit

Rep: Karta Raharja Ucu/ Red: Didi Purwadi
Pendukung Presiden Sudan, Omar Hassan Al Bashir, dalam sebuah kampanye di Khartoum, Sudan, Kamis (9/4).
Foto: EPA/Morwan Ali
Pendukung Presiden Sudan, Omar Hassan Al Bashir, dalam sebuah kampanye di Khartoum, Sudan, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Selasa (7/4) sekitar pukul 13.00, pesawat Etihad yang ditumpangi Republika mendarat di Bandara Internasional Khartoum, Kota Khartoum, Republik Sudan. Bayangan Khartoum dipenuhi atribut kampanye dari partai politik, politisi, atau pun calon presiden buyar setelah Republika menginjakkan kaki di kota yang dialiri dua Sungai Nil tersebut.

Jika di Indonesia satu bulan, atau bahkan satu tahun sebelum masa kampanye ruang publik sudah dipenuhi bendera, baliho, bahkan stiker yang bertebaran dan mengotori ruang publik, semua itu tidak ditemukan di Sudan. Tidak ada bendera partai yang berkibar di atas pohon, stiker politikus yang tertempel di dinding atau tiang listrik, maupun kaca angkutan umum. Aroma pemilu pun tidak terasa di sini.

Pemilu di Sudan bisa dikatakan senyap jika dibandingkan Indonesia. Sejumlah nara sumber Republika di Sudan menyatakan, keiikutsertaan Presiden Umar Al-Bashir dalam membuat pemilihan umum presiden (pilpres) kali ini terasa hambar. Sejauh pengamatan Republika setelah berkeliling kota, tidak banyak gambar politisi yang mejeng di billboard, atau poster. Di antara gambar-gambar tersebut, poster Bashir mendominasi. Sisi positifnya, ruang publik di Sudan, atau Khartoum pada khususnya menjadi bersih dari sampah-sampah atribut pemilu.

Pengamat politik dari International University of Africa, Prof Hassan Makki M Ahmed mengatakan pemilu legislatif dan pilpres di Sudan seperti pacuan yang hanya diikuti satu kuda. "Pemenangnya sudah diketahui," katanya.

Menteri Informasi Sudan, Ahmed Bilal Osman mengatakan pemilu di Sudan akan diikuti 44 partai politik dan 16 calon presiden. Termasuk Presiden Bashir.

Ia bahkan yakin, Bashir yang sudah berkuasa sejak 1989 itu akan kembali memenangkan pilpres dan kembali berkuasa. "Tentu saja saya yakin dia menang," kata dia.

Pada pilpres 2015, Bashir akan bertarung dengan 15 capres lainnya. Di antaranya Hamdi Hassan Ahmed (Independen), Fadul al-Sid Shuaib (the Federal Truth Party), Prof. Fatima Abdul Mahmoud (Democratic Sosialist Union Party), Yasir Salih Abdul Gadir (the Justice Party), Mohammed Awad Ahmed al-Baroudy (Independent), dan Abdul Mahmoud Abdul  (Union of the Umma Forces Party).

Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi Pemilihan Nasional (NEC) Sudan, Abdalla A Mahdi mengungkapkan, cara penghitungan hasil suara pada pemilu tidak menggunakan alat elektronik. "Semuanya penghitungan suara dilakukan secara manual," kata dia saat menerima lima wartawan dari Indonesia, termasuk Republika, di Kantor NEC, Khartoum, Selasa.

Layaknya pesta demokrasi di banyak negara, pemilu di Sudan juga menjadi santapan lezat untuk media massa di negara Afrika Utara tersebut. Sejumlah media massa berlomba-lomba menurunkan berita soal pemilu. Ada yang sumbang, datar, hingga keras.

Salah satu yang cukup keras adalah Sudan Vision. Koran berbahasa Inggris itu di salah satu edisinya menurunkan berita jika pemilu di Sudan sudah didesain pemerintah dan pemenangnya telah diketahui. Pernyataan itu disampaikan pihak oposisi yang menentang pemerintahan Bashir di Koran beroplah 2.000 eksemplar per hari itu.

Tapi, Pimpinan Redaksi Sudan Vision, Mohamed Osman Mustafa menegaskan tidak ada intervensi dari pemerintah terkait pemberitaan. "Tidak ada (intervensi). Jika saya mengalami, saya siap meletakkan jabatan. Profesional, independen," kata dia berkelakar.

Pernyataan Mustafa diperkuat Presiden Sudan Journalist Union, Al Sadig Alrizagi. Ia menyatakan pers di Sudan cukup bebas. "Tidak ada tekanan dari pemerintah," tutur dia.

Sudan akan menggelar pemilu dan pilpres pada Senin (13/4) mendatang. NEC menyatakan selain pilpres, Sudan juga akan menggelar pemilihan parlemen dan pemilihan di tingkat negara bagian.

Pemilu akan diselenggarakan di 850 kontituensi dan di negara bagian Darfur, Abyei dan Halayib. Namun pencoblosan tidak akan dilaksanakan di tujuh konstituen, khususnya di negara bagian Kordofan Selatan, karena alasan keamanan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement