Ahad 12 Apr 2015 14:22 WIB

Usai Kecelakaan Sewol, Perbaikan Manajemen Pelayaran Korsel Nihil

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Indah Wulandari
Rescue workers install floats where the capsized passenger ship ''Sewol'' sank during the rescue operation in the sea off Jindo April 18, 2014.
Foto: Reuters/Yonhap
Rescue workers install floats where the capsized passenger ship ''Sewol'' sank during the rescue operation in the sea off Jindo April 18, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Hampir setahun setelah kecelakaan kapal feri Sewol di Korea Selatan ternyata tak mengubah praktek keselamatan transportasi laut di Negeri Gingseng tersebut.

"Bahkan setelah yang telah terjadi, saya bertanya-tanya mengapa masyarakat tidak berubah dan bagaimana mereka begitu cepat lupa," ujar seorang warga, Park Eun-mi dilansir dari the Associated Press, Ahad (12/4).

Ia mengatakan, putrinya yang berusia 16 tahun termasuk di antara 304 korban tewas kecelakaan 16 April lalu tersebut.

Kapal itu terbalik karena kelebihan beban dan menyebabkan banyak korban berjatuhan. Rupanya, kapal itu secara struktural tidak cukup baik untuk berlayar dan operasi penyelamatan para korban pun dinilai gagal. Tak pelak, masyarakat luas mengkritik kinerja pihak terkait.

Sayangnya pada 2014, jumlah kecelakaan kapal di Korsel justru meningkat, seperti terjadinya kebakaran.

Veteran Laksamana Angkatan Laut sekaligus Menteri Keselamatan dan Kemanan Publik Korsel, Park In-young mengatakan, perlu waktu bertahun-tahun untuk membuat perbedaan keamanan yang signifikan.

"Untuk memastikan keamanan, kita perlu anggaran dan serta kita perlu mengubah pola pikir," katanya.

Pada 30 Maret, pemerintah meluncurkan master plan untuk inovasi keselamatan warganya dengan biaya mencapai 30 triliun wonatau sekitar Rp 354 triliun.

Nantinya, dengan uang tersebut, pemerintah mendirikan pusat kontrol manajemen bencana, meningkatkan respon terhadap kecelakaan dan menyoroti pentingnya pencegahan.

Sementara itu, Presiden Korsel Park Geun-hye juga secara tajam dikritik karena penanganan bencana Sewol tersebut.

Selama setahun ia telah memimpin dalam penyusunan standar kemanan komperhensif dan mengubah praktek-praktek korupsi. Namun, ia mengatakan bila masyaralat juga perlu ambil andil dan berbuat lebih banyak.

"Keamanan masyarakat benar-benar mungkin bila partisipasi mereka nyata dalam kehidupan dan budaya keselamatan ditanamkan dalam pola pikir masyarakat," ujar dia.

Dalam jajak pendapat yang dilakukan Februari lalu, sebesar 54,5 persen responden mengatakan standar keselamatan dan pola pikir tidak membaik sejak tenggelamnya kapal Sewol.

Dalam jajak pendapat bulan ini, 70 persen responden mengatakan bila manajemen keselamatan pemerintah belum membaik dan 69 persen mengaku mereka tidak merasa aman.

Seperti diketahui dari data Kementerian Keselamatan menunjukkan bila kecelakaan lalu lintas di Korsel meningkat selama 2014 dari tahun sebelumnya, meski jumlah korban jiwa menurun dari 5.092 jiwa ke 4762 jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement