REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Bagi Abdillah Onim, relawan Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Daarul Quran (Daqu) di Gaza, apa yang menimpa Graha Tahfidz Daqu yang hancur dibombardir tentara Israel, sungguh sangat menyakitkan.
''Saya pribadi marah dan sakit hati melihat tempat anak-anak Gaza menghafal Alquran dibombardir dan hancur dihantam roket Isarel saat agresi Juli lalu,'' tulis Onim dalam surat elektronik kepada Republika, Ahad (12/4).
Onim mengungkapkan, pembangunan Graha Tahfidz Daqu membutuhkan waktu selama hampir satu tahun. Di akhir pembangunan, anak-anak Gaza mulai mendaftar.
Ketika anak-anak Gaza mulai menghafal Alqur’an selama 10 hari, tiba-tiba terjadi perang. ''Bom jatuh di sana sini. Sungguh sangat menyedihkan roket Israel menjadikan sasaran ke Graha Daqu juga,'' tulis Onim.
Padahal di atas Graha Tahfidz Daqu terdapat bendera Indonesia dengan ukuran yang sangat besar. Dalam Graha Daqu itu terdapat Alqur’an, rak dan lemari Alqur’an.
''Dalam hati saya, ya Allah, dasar watak Yahudi. Nabi terdahulu saja tak luput dari makar jahat dan rencana pembunuhan apalagi hanya bendera Indonesia,'' tulis Onim.
Onim menceritakan, waktu membangun Graha Daqu Gaza, kondisi Gaza benar-benar krisis. Pintu Rafah tertutup, terowongan sudah dihancurkan, material langka kalau pun ada harganya sangat mahal.
''Pembangunan awal menghabiskan dana hampir Rp 5 Miliar. Bayangkan, waktu itu harga semen 1.500 Sheqel sampai 2.000 Sheqel bahkan lebih yang jika dirupiahkan senilai Rp 7.000.000 hingga Rp 8.000.000, mencarinya pun sulit bangat. Laa hawla wala quwwata illa billah.''
Abdillah Onim tetap yakin dan optimistis. Ia yakin betul, selama memiliki niat yang bersih, semata-mata karena Allah SWT, bisa jadi pembangunan Graha Daqu Gaza sulit untuk ukuran mansuia, tapi tidak untuk Allah SWT. ''Itu keyakinan yang saya miliki,'' tulis Onim.