REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina mulai membatasi jumlah pengunjung dari kota selatan Shenzhen ke wilayah tetangga, Hongkong untuk meredam ketegangan yang terjadi. Kementerian keamanan publik pemerintah membatasi kunjungan hanya satu kali dalam satu pekan, Senin (13/4).
Keputusan tersebut dikonfirmasi politisi Cina dan media setempat. Dikutip Xinhua, keputusan didasari semakin membeludaknya kunjungan warga Cina ke kota yang telah padat tersebut.
Pemimpin Hong Kong Leung Chun ying mengatakan pada Senin bahwa ia menyambut baik langkah pemerintah Beijing. Sebelumnya ia telah mengangkat masalah ini ke Beijing pada Juni.
Ia berada di bawah tekanan dari warga Hong Kong untuk mengatasi perdagangan pararel yang merugikan pedagang Hong Kong. Menurut mereka, orang Cina harus mendapat izin dari pemerintah untuk bisa masuk Hong Kong.
Leung mengakui ini bukan keputusan mudah bagi Beijing. Pasalnya perdagangan pararel telah menjadi faktor kunci dalam tumbuhnya sentimen anti warga Cina di Hong Kong.
Warga Cina sering mengambil keuntungan dengan membeli barang dalam jumlah banyak di Hong Kong karena pajak yang lebih rendah. Hong Kong tidak menerapkan pajak penjualan.
Para pejabat mengatakan 47 juta kunjungan orang Cina tercatat pada 2014 dan sebagian besar untuk berbelanja. Warga Shenzhen Cina biasanya melakukan berkali-kali kunjungan ke Hong Kong dalam satu pekan.
Aturan baru hanya memperbolehkan pengunjung berada di Hong Kong tidak lebih dari satu pekan. Barang belanjaan biasanya untuk dijual kembali. Pasalnya permintaan barang murah Hong Kong membeludak.
Semua barang termasuk keperluan rumah tangga, keperluan anak seperti susu bubuk, hingga barang-barang mewah. Protes oleh warga Hong Kong kadang memicu bentrokan di pusat perbelanjaan di dekat perbatasan.
Leung mengatakan protes di kota kadang menghambat diskusi dan menyakiti kedua pihak baik pedagang Hong Kong maupun masyarakat Cina. Sebuah laporan lokal juga memuat keluhan dari pedagang yang keuntungan menurun karena warga Cina semakin jarang berbelanja.
Pihak berwenang dari Hong Kong maupun Cina rutin melakukan penangkapan pada penyelundup. Mereka juga menindak operator komersil yang mengatur upaya penyelundupan. Meski demikian, penduduk setempat menuntut tindakan yang lebih tegas.