Selasa 14 Apr 2015 09:56 WIB

Saksikan Kekejaman, Korban Penculikan Boko Haram Butuh Direhabilitasi

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Indah Wulandari
Dua bocah Nigeria berdiri dekat bangkai mobil bekas serangan bom yang diduga dilakukan oleh Boko Haram.
Foto: Reuters
Dua bocah Nigeria berdiri dekat bangkai mobil bekas serangan bom yang diduga dilakukan oleh Boko Haram.

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON --  Lembaga hak azasi manusia Amnesti Internasional mendorong rehabilitiasi mental bagi para korban penculikan Boko Haram di Nigeria. Sebab, beberapa di antaranya masih berada dalam usia belia.

Seperti yang dialami Aisha (19 tahun). Ia mengatakan kepada peneliti Amnesti bila dirinya diculik saat pernikahan temannya September lalu. Ia diculik bersama dengan adik, pengantin, dan adik pengantin wanita tersebut.

Ia mengaku berulang kali diperkosa, dilatih untuk bertarung dan dipaksa turut serta dalam serangan di desa tempat tinggalnya. Bahkan, ia menyaksikan anggota Boko Haram membunuh kakaknya dan sekitar 50 orang lainnya.

"Beberapa dari mereka dibunuh karena menolak berpindah agama, beberapa menolak untuk belajar bagaimana membunuh orang lain," kata Aisha kepada Amnesti dilansir Reuters, Selasa (14/4).

Tidak hanya perempuan dan anak perempuan. Ratusan pria dan anak laki-laki juga direkrut paksa sejak awal 2014. Banyak pria yang menolak untuk bergabung dengan Boko Haram kemudian tewas dibunuh pasukan tersebut.

Dua pemuda mengatakan kepada peneliti Amnesti, setidaknya 100 orang dieksekusi dalam satu hari pada Desember lalu ketika kelompok bersenjata mengambil alih kota Madagali, dekat perbatasan Kamerun. Kedua pemuda itu selamat karena pisau untuk menggorok lehernya telah tumpul.

Salah satu anak laki-laki berusia 15 tahun dari kota Bama menggambarkan bagaimana mereka dipaksa merajam orang yang dituduh berzina sampai mati.

"Ini eksekusi mengerikan, kekerasan seksual, perekrutan tentara anak-anak, ini adalah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dan mereka perlu diteliti (oleh otoritas Nigeria),” kata petugas Amnesti Daniel Eyre.

Lebih dari 3,5 juta orang di Nigeria, Kamerun, Niger dan Chad telah dipengaruhi oleh pemberontakan. Itu membuat mereka menghadapi kekurangan pangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement