Rabu 15 Apr 2015 10:16 WIB

Di Wina, Indonesia Tekankan Pentingnya Pengaturan Antariksa

Stasiun radar ruang angkasa (ilustrasi)
Foto: tipank.blogspot.com
Stasiun radar ruang angkasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Indonesia menekankan pentingnya pengaturan pemanfaatan antariksa termasuk pemanfaatan Geo Stationary Orbit (GSO) dengan mempertimbangkan kepentingan negara-negara berkembang dan negara dengan karakter geografis khusus.

Ketua Delegasi RI, Kuasa Usaha ad interim/Deputi Wakil Tetap RI Febrian Alphyanto Ruddyard menyampaikan pandangan Indonesia pada Sidang ke-54 Sub Komite Hukum pada Komite PBB bagi Penggunaan Antariksa untuk Tujuan Damai / Legal Sub Committee of the United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (LSC-UNCOPUOS) yang berlangsung di Wina, Austria, Selasa (14/4).

Minister Counsellor KBRI/PTRI Wina, Dody Kusumonegoro kepada Antara London, Rabu mengatakan pertemuan yang berlangsung hingga 24 April dihadiri lebih dari 200 delegasi mewakili negara pihak dan observer pada UNCOPUOS

Febrian A. Ruddyard menegaskan Indonesia memenuhi ketentuan Pasal 44 ITU tersebut, sehingga kebutuhan khusus Indonesia harus mendapat pertimbangan. Indonesia adalah negara berkembang, dan secara geografis adalah negara khatulistiwa yang memiliki garis khatulistiwa terpanjang, serta terdiri dari lebih 17.000 pulau.

Keunikan Indonesia seharusnya diperhatikan, khususnya dalam pengembangan rejim hukum tentang GSO. Wacana pengembangan rejim hukum ini telah dibahas pada pertemuan Subkomite Hukum sebelumnya, dan Subkomite mencatat adanya keperluan pengembangan rejim hukum tersebut.

Pada kesempatan tersebut Delegasi Indonesia juga mendorong pembahasan lebih lanjut mengenai isu definisi dan delimitasi ruang angkasa. Indonesia dan juga negara-negara lainnya telah menyampaikan posisinya terkait isu definisi dan delimitasi, dan hingga kini tidak ada perubahan atas posisi tersebut.

Mengingat pembahasan isu ini sudah dimulai sejak tahun 1960-an, namun hingga kini belum ada titik temu atas perbedaan posisi berbagai negara, Indonesia menyarankan perlunya mencari jalan keluar bagi pembahasan masalah tersebut dan Indonesia menyatakan kesiapan Indonesia untuk terus berkontribusi dalam pembahasan isu definisi dan delimitasi ruang angkasa.

Delegasi Indonesia melaporkan pula kegiatan terkait yang dilakukan Indonesia, termasuk kerjasama internasional dan upaya pembangunan kapasitas.

Salah satu kegiatan yang telah dilaksanakan adalah konferensi internasional mengenai Hukum Udara dan Antariksa oleh Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan International Institute of Air & Space Law, Leiden Law School di Bandung diikuti oleh 125 peserta yang terdiri dari para pemangku kepentingan termasuk para pakar hukum, akademisi. Konferensi berlangsung tahun lalu sangat produktif terutama dalam peningkatan kapasitas.

Sejumlah agenda penting dibahas dalam pertemuan, antara lain status dan aplikasi lima traktat PBB tentang antariksa, definisi dan delimitasi antariksa, karakter dan pemanfaatan Geostationary Orbit (GSO), legislasi nasional terkait kegiatan keantariksaan, peningkatan kapasitas di bidang hukum antariksa dan penggunaan ruang angkasa serta kajian dan review atas perkembangan terkait draft protocol mengenai aset ruang angkasa.

Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (COPUOS) dibentuk Majelis Umum PBB untuk mengkaji kerjasama internasional di bidang pemanfaatan antariksa untuk maksud damai melalui pengembangan program, riset, serta diseminasi informasi di bawah pengawasan PBB.

Subkomite Hukum COPUOS bertemu setahun sekali sebelum diadakan pertemuan tahunan COPUOS setiap bulan Juni untuk mengadopsi apa yang telah dibahas pada Subkomite Hukum dan Subkomite Iptek terkait pemanfaatan antariksa untuk tujuan damai. Delegasi RI pada pertemuan tersebut juga beranggotakan unsur-unsur LAPAN, Kemkominfo, Kemhub, Kemlu, TNI Angkatan Udara dan KBRI/PTRI Wina.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement