REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri Amerika, Richard Stengel mengatakan pemblokiran akun sosial media radikal sebenarnya bukanlah tugas pemerintah.
Mantan editor majalah Times itu memberikan contoh, Twitter yang bisa memblokir 10 ribu akun yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS selama satu pekan. Pemblokiran dilakukan karena, ribuan akun tersebut dipakai untuk menyebabkan paham radikal dan menjaring anggota baru ISIS.
"Karena, setiap perusahaan pengembang internet seperti Google, Facebook dan Twitter memiliki sistem keamanan sendiri untuk memfilter penggunanya, sehingga pemblokiran bukanlah tugas dari pemerintah," ujar Stengel di America Pacific Place, Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (15/4).
Menurut Stengel, dengan adanya perkembangan jaman menyebabkan semakin berkembangnya penggunaan media sosial untuk berbagi informasi. Sehingga sosial media harus tetap eksis, "di Amerika setiap orang memiliki kebebasan untuk berbicara," ucapnya.
Termasuk, sambung dia, kebebasan media dalam menyajikan berita. Karena, kebebasan mengemukakan pendapat merupakan hak bagi setiap warga negara. "Problem mereka (kelompok radikal) menyebarkan melalui sosial media bisa diatasi setiap orang dengan melakukan filter terhadap dirinya," jelasnya.
Adapun, dilansir dari New York Times, Twitter menyatakan kembali menghapus 10 ribu akun yang dicurigai mempunyai hubungan dengan kelompok radikal ISIS. Akun tersebut dicurigai berisi konten yang beraroma kelompok ISIS.
Twitter mengaku telah menghapus akun-aku bersifat radikal pekan lalu. Ribuan akun itu dihapus lantaran ada pengguna Twitter yang komplain. Twitter beralasan akun itu kebanyakan mempunyai nama dan data pribadi palsu. Selain itu akun-akun tersebut berisikan tweet yang menyebarkan kebencian soal ISIS.
Twitter juga mengaku sudah menghapus 2.000 akun yang dicurigai berafiliasi dengan ISIS selama satu pekan. Menurut mereka, media sosial ini belakangan dipakai untuk menyebarkan paham radikal dan menjaring anggota baru ISIS.
Namun, menurut aktivis anti-ISIS yang menggunakan nama @JewHadi menyebutkan, ribuan akun yang dibekukan itu, muncul kembali keesokan harinya. Mereka hanya menambah satu huruf atau angka, agar terlihat berbeda, tulisnya.
Saat ini Twitter memiliki 288 juta pengguna yang mengirim pesannya sampai 500 juta kali dalam sehari. Twitter pun berkomitmen setiap hari mereka akan menghapus akun radikal. Kategorinya, akun itu menyebarkan kekerasan.
Twitter tidak mempunyai masalah untuk menyortir tweet yang jumlahnya sampai 500 juta. "Mereka tidak memiliki akses ke data internal dan mereka tidak bisa melacak 288 juta pengguna dengan jumlah tweet 500 juta kali perhari," kata juru bicara Twitter.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informasi memblokir 19 situs media Islam. Situs-situs tersebut diblokir sejumlah penyedia layanan internet (ISP) atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai upaya pencegahan paham radikal di Indonesia.