REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Umat Muslim di Prancis memerlukan ditambahnya bangunan masjid, mengingat masjid yang ada saat ini di Prancis, tidak memadai jumlah umat Muslim di Prancis yang mencapai tujuh juta jiwa.
Uniknya, keinginan umat Islam akan hadirnya lebih banyak masjid di Prancis mendapat dukungan dari para tokoh Kristen. Mereka menyebut, keinginan kaum Muslimin itu sebagai tuntutan yang sah.
“Muslim, seperti halnya umat Kristen dan Yahudi, seharusnya dapat melaksanakan agama mereka dengan baik,” kata Juru Bicara Keuskupan Prancis Monsignor Ribadeau-Dumas kepada radio Europe 1.
Sebaliknya, partai sayap kanan Front Nasional menyebut keinginan umat Islam itu menggelikan dan berbahaya. “Ada awan gelap yang menyelimuti pendanaan masjid-masjid di Prancis,” tuding partai ini dalam sebuah pernyataan.
Front Nasional juga menuduh dukungan keuangan dari pihak asing itu bisa saja berkaitan dengan gerakan-gerakan jihad. “Jelas, ini sangat berbahaya bagi keamanan nasional,” kata Front Nasional.
Tudingan partai sayap kanan itu merupakan gambaran meningkatnya sentimen anti-Muslim di Prancis menyusul serangan berdarah terhadap kantor majalah satire Charlie Hebdo, Januari lalu.
Data menunjukkan, sepanjang Januari lalu, terjadi 167 aksi kekerasan atau ancaman terhadap masjid. Bandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat “hanya” terjadi 14 insiden kekerasan terhadap tempat ibadah umat Islam.
Boubakeur berharap, pertemuan tahunan organisasi Islam di Prancis ini bisa lebih menumbuhkan kesadaran umat Islam terkait keberadaan mereka di negeri ini.
“Islam di Prancis bukan lagi agama kaum imigran. Muslim punya hak untuk diakui dan dihargai oleh masyarakat Prancis, seperti halnya komunitas lainnya di negeri ini,” ujar dia.
Hal senada dikatakan Lasfar. “Kami setia pada negeri kami, Prancis. Kami cinta Allah, cinta Rasul kami, namun kami juga cinta Republik Prancis,” ungkap Lasfar penuh semangat.