Senin 20 Apr 2015 08:49 WIB

Fokus Internal, Peran Indonesia di Asia Afrika Dinilai Belum Optimal

Presiden Joko Widodo memantau langsung persiapan jelang pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Bandung, Kamis (16/4).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Presiden Joko Widodo memantau langsung persiapan jelang pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Bandung, Kamis (16/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi Asia Afrika (KAA) bisa menjadi momentum bagi negara-negara Asia Afrika untu membebaskan diri dari ketimpangan. Direktur Program Pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta Dinna Wisnu mengatakan Indonesia harus mengambil peran melepaskan bangsa-bangsa Asia-Afrika dari ketimpangan yang saat ini masih terjadi.

"Indonesia harus mengangkat kembali nilai dasar dari Konferensi Asia Afrika yang muncul pada 1955. Kalau yang diangkat hanya soal ekonomi, tidak akan menyelesaikan masalah," kata Dinna Wisnu, Senin (20/4).

Ketua Program Pascasarjana Jurusan Diplomasi Universitas Paramadina itu mengatakan saat ini yang masih menjadi isu bersama bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika baru masalah ekonomi. Masih banyak negara Asia-Afrika yang rentan secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sumber daya dan daya tawar yang rendah di mata investor.

"Selama ini Indonesia kurang menyentuh hal itu. Di Afrika misalnya, masih banyak negara yang tidak memiliki daya tawar terhadap investor, misalnya Tiongkok (Cina). Mereka hanya bisa menggerutu, ketika daya saing dengan investor tidak seimbang," tuturnya.

Menurut Dinna, jarak daya tawar negara-negara tersebut dengan investor sangat jauh karena penolakan dari lembaga-lembaga keuangan internasional. Dinna mengatakan Indonesia memang harus mengambil peran karena merupakan penyeimbang dan penjaga stabilitas politik dan keamanan bagi kawasan Asia-Afrika.

Namun, meskipun sudah berusaha menjadi penyeimbang dan menciptakan suasana kondusif, Dinna menilai peran Indonesia belum optimal dan signifikan. Misalnya, saat pemerintahan saat ini, Presiden Joko Widodo lebih berorientasi kepada permasalahan dalam negeri. Masalah internal bangsa lebih menjadi prioritas bagi pemerintah, bukan masalah regional apalagi global.

"Itu berbeda dengan ketika Presiden Soekarno pada 1955 menginisiasi Konferensi Asia Afrika pertama kali di Bandung. Sukarno menganggap permasalahan di internal bangsa bisa terselesaikan bila permasalahan di tingkat internasional bisa diselesaikan," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement