REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tingkat pencemaran udara di sebagian kota di Cina turun hampir sepertiga pada kwartal pertama tahun ini.
Namun, pencemaran udara masih menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat dan berhubungan dengan kematian ribuan orang. Lembaga lingkungan hidup Greenpeace, Selasa (21/4), menyatakan pencemaran udara berupa partikel padat berdiameter kurang dari 2,5 pm (disebut PM 2,5) terus meningkat di bagian lain kota itu.
Di Beijing, partikel yang naik ke udara dengan diameter kecil bisa masuk menekan paru-paru telah turun hingga 13 persen dalam tiga bulan pertama 2015 dibandingkan keadaan tahun lalu.
Organisasi itu menyusun data dari kementerian Perlindungan Lingkungan yang menghasilkan lima data tetapi tidak semua perbandingan data itu disiarkan.
Pegiat Greenpeace bidang Lingkungan dan cuaca di Asia Timur Zhang Kai mengatakan pendorong utama penurunan itu adalah tindakan ketat yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan polusi udara yang bisa menurunkan pencemaran udara secara drastis di kawasan industri Heibei dan Beijing.
Di antara 74 kota yang dipantau pencemaran udaranya selama lebih dari setahun, terjadi penurunan hingga 48 persen.
Provinsi Heibei yang mengitari Beijing dan menyumbangkan pencemaran partikel PM2,5 ke ibukota terlihat menurunkan tingkat pencemarannya hingga 31 persen.
"Harapan kami untuk jangka menengah ke depan, partikel padat kurang dari 2,5 pm di kota-kota pesisir terus membaik berkat tindakan pemerintah dalam mengendalikan pencemaran," tambahnya.
Kota-kota di Cina sering dilanda pencemaran udara yang pekat sehubungan dengan kegiatan industri memakai bahan bakar batu bara serta akibat pemakaian kendaraan bermotor.
Meskipun tingkat pencemaran menurun di sejumlah daerah, sekitar 90 persen dari 360 kota kini dilacak Greenpeace telah melanggar batas rata-rata partikel tahunan yang ditetapkan pemerintah. Shanghai, kota pusat keuangan Cina secara kasar meningkat 13 persen dalam tingkat PM 2,5.