Kamis 23 Apr 2015 09:15 WIB

PBB: Penyerangan Pekerja Bantuan di Sudan Perparah Krisis

Perbatasan Sudan Selatan dan Utara hingga kini masih tegang.
Foto: France 24
Perbatasan Sudan Selatan dan Utara hingga kini masih tegang.

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA --  Serangan terhadap pekerja bantuan kemanusiaan di Sudan Selatan memperburuk bencana kelaparan di negara berkecamuk itu, kata Badan Pangan Dunia (WFP) yang juga mengungkapkan keprihatinan mendalam atas hilangnya empat staf badan PBB tersebut.

WFP menyatakan menunda pengiriman bantuan pangan ke wilayah-wilayah di provinsi Upper Nile, yang menjadi lokasi pertempuran terburuk, karena menilai terlalu berbahaya untuk mengirimkan stafnya masuk. Setidaknya 10 pekerja bantuan dinyatakan tewas di provinsi penghasil minyak itu sejak perang sipil meletus 16 bulan lalu, demikian menurut laporan PBB.

"Kami tidak bisa melakukan tugas penyelamatan nyawa kecuali otoritas nasional dan lokal mau dan mampu menjaga keamanan staf kemanusiaan," kata WFP dalam sebuah pernyataan mengumumkan penundaan bantuan ke wilayah Akoka dan Fashoda di Upper Nile dilansir AFP, Rabu (22/4).

Tiga pekerja WFP hilang pada 1 April ketika mereka terjebak dalam pertempuran, saat berada dalam konvoi membawa bantuan pangan dari ibu kota provinsi Malakal, sementara petugas keempat diculik dan ditodong pada Oktober 2014.

"Hilangnya para staf itu terjadi di tengah memburuknya situasi keamanan dan meningkatnya gangguan terhadap pekerja kemanusiaan di seluruh negara ini," kata WFP.

Dijelaskan lebih lanjut, memburuknya keamanan di beberapa bagian Sudan Selatan akan membuat semakin sulit bagi badan-badan kemanusiaan untuk mencapai masyarakat yang terkena dampak konflik dan sangat membutuhkan bantuan, saat musim paceklik mulai tiba. Pertempuran sengit pecah di Malakal pada Rabu antara faksi-faksi pemerintah yang bersaing.

"Kami prihatin mengenai kesejahteraan rakyat yang tak bersalah, terutama perempuan dan anak-anak, yang menderita akibat konflik ini," kata WFP.

Perang sipil di Sudan Selatan dimulai pada Desember 2013 ketika Presiden Salva Kiir menuding Riek Machar, mantan wakil presiden yang disingkirkan dia, mencoba melakukan kudeta. PBB memperkirakan 2,5 juta orang berada dalam kondisi darurat atau krisis, beberapa tahap sebelum terjadi kelaparan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement