REPUBLIKA.CO.ID, THAILAND -- Pengelola pusat rehabilitasi pecandu narkoba di Thailand menyatakan semakin banyak pecandu asal Australia yang datang ke negara itu untuk berobat. Pusat rehabilitasi ini menerapkan 12 langkah terapi yang memperlakukan kecanduan sebagai penyakit.
Demikian disampaikan Alastair Mordey, direktur pusat rehabilitasi pecandu narkoba Cabin Chiang Mai kepada ABC.
Menurut dia peningkatan jumlah pecandu narkoba asal Australia ini umumnya terjadi di kalangan usia muda yang kecanduan jenis narkoba sabu-sabu.
Di lembaga yang dipimpinnya itu, kata Mordey, ada 50an pasien dan lebih setengahnya berasal dari Australia.
"Jika lima tahun lalu kita melihat pecandu alkohol dan obat keras, kini pecandu sabu-sabu yang paling banyak jumlahnya," ujarnya baru-baru ini.
Pusat rehab ini menerapkan 12 langkah penyembuhan yang memperlakukan pecandu sebagai penderita penyakit.
Selain itu, pusat rehab ini juga menerapkan prinsip kesadaran Budha serta terapi perilaku kesadaran dalam mengobati pasiennya.
Mordey mengatakan langkah penyembuhan lainnya meliputi konseling berkelompok dengan bekas pecandu narkoba.
Menurut Mordey, klinik pengobatan di Australia saat ini cenderung terlalu fokus pada aspek klinis pecandu dan tidak memberi peluang bagi tumbuhnya dukungan di antara sesama pecandu dalam proses penyembuhan mereka.
"Banyak pasien kami yang telah menjalani pengobatan di berbagai klinik di Australia namun tidak berhasil," katanya.
Salah seorang pecandu yang menjalani rehab di Thailand adalah Ryan (28 tahun), yang mengaku telah 15 tahun mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Saat pertama kali mencoba sabu-sabu di usia 13 tahun, Ryan tidak menyangka hidupnya akan berakhir di pusat rehab. Di usia 15 tahun ia sudah mengonsumsi narkoba tersebut dengan metode jarum suntik.
Menurut pengakuannya, ia mengonsumsi narkoba tiga atau empat kali seminggu, yang telah membuatnya putus sekolah. Ia pernah bekerja demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba.
Namun, tidak ada pekerjaan Ryan yang bertahan lama. Ia menjadi pemarah dan agresif terhadap orang lain.
"Saya menganggap tidak bisa hidup tanpa narkoba itu. Saya sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa sebelum mengonsumsinya," papar Ryan, yang kini sedang kursus bahasa Thailand.
Ia mengaku pernah mencoba berhenti namun selalu gagal. Ia bahkan pernah mengganti sabu-sabu dengan zat lainnya. Namun semuanya tidak membuatnya berhenti.
Untungnya Ryan dilanda ketakutan bahwa kecanduan yang dialaminya akan segera mengakhiri hidupnya.
Ryan mengaku kelebihan pusat rehab di luar negeri karena membuatnya menjauh dari Australia.
"Salah satu alasan saya ke sini karena di sini saya tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan narkoba," katanya.
Ryan berhenti mengonsumsi sabu-sabu empat hari sebelum pergi ke Thailand.
"Begitu tiba saya langsung berpikir bagaimana caranya mendapatkan sabu-sabu di sini. Tapi saya tidak tahu caranya," kata Ryan.
Hari-hari pertama di pusat rehab itu membuatnya panik. Ia tinggal di pusat rehab itu selama dua bulan.
Dan, hingga kini, ia telah tujuh bulan lamanya berada di Thailand. Hidupnya sama sekali telah berubah.
Ryan mengaku bisa membangun kembali hubungan dengan keluarganya.
Pusat rehabilitasi Cabin Chiang Mai menggunakan ukuran keberhasilan saat pasien sama sekali berhenti mengonsumsi narkoba dan alokohol.
Namun diakui, tidak semua pasien yang ditanganinya berhasil mencapai tahap tersebut.