REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Australia Ahmad Almaududy Amri menyatakan bahwa tidak ada keresahan yang dialami mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Australia. Pernyataan itu disampaikannya terkait rencana eksekusi terpidana mati duo Bali Nine.
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia tetap memegang teguh bahwa tugas mereka yang utama di Australia adalah belajar. Meski masalah-masalah berkaitan hubungan Australia dan Indonesia tidak bisa dipungkiri, tetapi mereka menyerahkan sepenuhnya kepada kedua pemerintah.
"Karena ini adalah isu government to government, jadi kita semua serahkan langkah-langkah diplomasi dan hubungan kepada pihak-pihak pemerintah kedua negara yang kompeten untuk masalah ini," ujar Ahmad Almaududy Amri, Ketua PPIA Pusat, yang akrab dipanggil Duddy baru-baru ini.
Ahmad Almaududy Amri, Koleksi pribadi.
Dalam suasana akademis di kelas-kelas perkuliahan, beberapa pelajar asal Indonesia pernah mendapat pertanyaan atau terlibat dalam diskusi soal hukuman eksekusi mati yang berlaku di Indonesia.
Menanggapi hal ini Duddy mengatakan bahwa perdebatan yang ada masih terjadi dengan sehat.
"Tanggapan warga Australia sendiri ada yang pro dan kontra soal hukuman mati. Dalam debat-debat itu mereka pun bisa paham posisi Indonesia, meski tidak menerima, tetapi bisa memahami bahwa Indonesia memberlakukan hukuman mati," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC International.
"Saya pun melihat sikap dari beberapa teman-teman Indonesia. Meski mereka tidak setuju dengan hukuman mati, tetapi ya karena di Indonesia ada hukuman mati, jadi ini adalah seperti konsekuensi jika melakukan tindakan kriminal tertentu," jelas Duddy.
Para pelajar Indonesia di Australia diminta tetap mengikuti himbauan yang dikeluarkan oleh kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk menanggapi hal-hal yang berkaitan dengan rencana eksekusi terpidana mati Muran Syukumaran dan Andrew Chan.
"Tetap waspada, tidak ikut terprovokasi dengan pernyataan-pernyataan baik di media atau jejaring sosial. Jadi kita tetap mengikuti anjuran KJRI," kata Duddy.
Menurut Duddy tidak ada kegiatan-kegiatan yang digelar pelajar-pelajar Indonesia yang dibatalkan, terkait rencana eksekusi mati dua warga Australia.
Namun ia mengaku kalau ada sejumlah pemikiran-pemikiran dari beberapa pelajar soal dampak eksekusi ini. Tapi baru sebatas pada pemikiran, tidak sampai menyebabkan keresahan.
"Untuk beberapa teman yang mendapatkan beasiswa, mungkin memiliki pemikiran apakah ada konsekuensi dengan beasiswa yang diberikan pemerintah Australia. Tetapi sekali lagi ini bukan keresahan, hanya sebagai bahan pemikiran," tegas Duddy.
Duddy juga menjelaskan bahwa hingga saat ini tidak ada ancaman bagi para pelajar Indonesia di Australia. Sebaliknya, beberapa universitas memberikan tawaran agar mahasiswa asal Indonesia yang mendapat ancaman atau perlakuan buruk untuk melaporkan kepada pihak universitas.
"Jadi kita merasa tetap nyaman [di Australia]."