Rabu 29 Apr 2015 09:09 WIB

Cina Sangat Prihatin dengan Sikap ASEAN

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei.
Foto: The Hindu
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kementerian Luar Negeri Cina pada Selasa (28/4) mengatakan 'sangat prihatin' setelah pemimpin negara ASEAN menyatakan keberatan atas tindakan Beijing menguruk sejumlah bagian Laut Cina Selatan, yang kepemilikannya masih disengketakan.

Pengurukan oleh Beijing di Laut Cina Selatan menjadi sumber ketegangan baru dengan sejumlah negara Asia Tenggara, yang juga menyatakan kepemilikan di wilayah sama.

Sebelumnya, 10 pemimpin negara anggota ASEAN, yang bertemu di Kuala Lumpur, menyatakan pengurukan oleh Beijing "mengikis kepercayaan dan berpeluang merusak perdamaian, keamanan, dan ketenangan di Laut Cina Selatan".

Saat menanggapi hal itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei mengatakan bahwa negaranya "sangat prihatin" terhadap cara ASEAN menangani persoalan sengketa wilayah tersebut. Hong menegaskan bahwa persoalan di Laut Cina Selatan bukan merupakan urusan antara Beijing dengan ASEAN.

"Dalam persoalan ini, Cina telah sangat menahan diri." kata dia sambil mengulangi mantra Cina bahwa persoalan sengketa harus diselesaikan secara bilateral antara negara-negara terkait.

Hong juga menambahkan bahwa selama ini tidak ada persoalan kebebasan berlayar sebagaimana dinyatakan oleh para pemimpin ASEAN. Pada Senin (27/4), di hadapan kepala negara ASEAN, Presiden Filipina Benigno Aquino menyatakan bahwa "reklamasi besar-besaran" yang dilakukan Cina adalah bentuk ancaman terhadap keamanan dan stabilitas kawasan.

Hong membantah tuduhan Aquino dengan mengatakan bahwa Beijing berhak membangun pulau buatan di Laut Cina Selatan. "Cina sangat mengecam tindakan negara-negara tertentu yang menyatakan hal buruk tentang kami, demi kepentingan sendiri dan berakibat memburuknya hubungan antara Cina dengan ASEAN," kata Hong.

Cina sendiri mengklaim 90 persen wilayah di Laut Cina Selatan yang dipercaya kaya akan kandungan minyak dan gas. Negara tersebut harus bersengketa dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.

Sejumlah foto satelit baru-baru ini menunjukkan betapa cepatnya pembangunan landasan pacu pesawat militer di atas pulau buatan yang terletak di atas wilayah sengketa.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement