REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Duta Besar Republik Indonesia untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa Arif Havas Ogroseno mengatakan masyarakat Eropa tidak terlalu mempersoalkan hukuman mati bagi pengedar narkoba di Indonesia.
"Biasa saja, masyarakat Indonesia sendiri saja yang terlalu kaget dengan hukuman mati," kata Arif Havas seusai menjadi pembicara dalam Forum Asia Afrika 2015 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (30/4).
Menurut Arif, meskipun Prancis mempersoalkan karena salah satu warga negaranya masuk daftar terpidana hukuman mati di Indonesia, secara umum tidak ada dampak yang berarti bagi hubungan Indonesia dengan negara-negara Eropa.
"Mereka juga tidak mengecam, karena memang lain persoalan hukumnya," kata dia.
Kendati demikian, di Eropa memang sudah tidak lagi menerapkan hukuman mati, karena sudah terlalu lama memiliki pengalaman perang yang mengakibatkan banyak korban, baik dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
"Mungkin mereka sudah jenuh," kata dia.
Apalagi menurut dia, hukuman mati di Indonesia berlandaskan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang diadopsi dari hukum Belanda, meskipun di Belanda sendiri tidak lagi menggunakannya.
Menurut Arif Havas, di Amerika Serikat (AS) justru hukuman mati lebih lama diterapkan, bahkan hingga saat ini total narapidana yang dihukum mati termasuk warga negara asing mencapai 400 orang.
"Dan pada kenyataanya dunia termasuk masyarakat Eropa juga menanggapi biasa saja. Tidak dipermasalahkan," kata dia.
Sebelumnya pemerintah Indonesia, telah mengeksekusi mati 14 orang terpidana narkotika.
Eksekusi dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama adalah, Marco Archer Cardoso Moreira(warga negara Brasil), Rani Andriani (Indonesia), Namaona Denis (Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (Nigeria), serta Tommi Wijaya (Belanda), kelimanya dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Sementara seorang lainnya, yakni Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.
Selanjutnya, eksekusi gelombang kedua yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Spanyol), Rodrigo Gularte (Brasil), dan Martin Anderson (Nigeria), Sylvester Obieke Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia).
Sementara eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina) dan Serge Atalaoui (Prancis) ditunda.