REPUBLIKA.CO.ID, URUMQI -- Sejumlah toko dan restoran di provinsi Xinjiang, barat laut Cina dipakssa menjual rokok dan alkohol. Pemerintah setempat secara terbuka mengakui upayanya untuk melemahkan agama Islam di provinsinya.
“Kami memiliki agenda kampanye untuk melemahkan agama dan ini adalah bagian dari kampanye tersebut,” ujar pejabat setempat Adil Sulayman, seperti dilansir On Islam, Rabu (6/5).
Sulayman mengatakan selama beberapa tahun terakhir, alkohol dan rokok absen dari Aktash dan kawasan lain di Laskuy. Sekitar 70-80 persen warga berusia antara 16-45 tahun menahan diri dari minum dan merokok dengan alasan agama.
"Semua restoran dan supermarket di desa kami harus menempatkan lima merek berbeda alkohol dan rokok di toko-toko mereka sebelum 1 Mei 2015," begitu tertulis dalam peraturan baru yang ditandatangani komite desa setempat.
Pemilik toko juga diperintahkan mempromosikan produk alkohol di tempat yang mudah dilihat. Pihak berwenang memperingatkan toko-toko yang mengabaikan atau tidak melaksanakan pemberitahuan ini akan ditutup, bisnis mereka ditangguhkan dan dituntut secara hukum.
Mereka mengatakan perintah itu diturunkan langsung dari jajaran atas Partai Komunis. Pemerintah berdalih kampanye ini dilakukan untuk memerangi ekstremisme.
James Leibold, seorang ahli kebijakan etnis Cina di Melbourne La Trobe University, mengatakan para pejabat Cina sering ‘menggapai-gapai dalam gelap’ ketika menangani ekstremisme. Leibold mencatat kurangnya pemahaman menyebabkan mereka fokus pada atribut yang menunjukkan tanda-tanda radikalisme, seperti jenggot panjang dan kerudung.
“Ini tidak tepat. Kebijakan yang mekanistik dan reaktif ini hanya akan mengobarkan ketegangan etno-nasional tanpa mengatasi akar penyebab ekstremisme agama,” tulisnya dalam sebuah e-mail ke Washington Post.
Sejak April 2014, pemerintah Xinjiang mulai menawarkan hadiah uang tunai kepada siapa saja yang melaporkan tetangga mereka yang memelihara jenggot.