Kamis 07 May 2015 19:16 WIB

Koalisi Garis Keras Netanyahu Cemaskan Palestina

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP Photo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel berhasil membentuk pemerintahan baru koalisi dengan memberikan kekuasaan besar kepada partai garis keras Rumah Yahudi, yang terkenal karena menolak kemerdekaan negara Palestina.

Menyusul perundingan gencar enam pekan belakangan, Netanyahu akhirnya berhasil membentuk pemerintahan koalisi pada Rabu malam waktu setempat atau hanya beberapa jam dari tenggat undang-undang. Jika gagal memenuhi tenggat tersebut, Netanyahu harus menyerahkan jabatan perdana menterinya.

Sebagian besar partai tergabung dalam pemerintahan baru Netanyahu tersebut berideologi garis keras dan mendukung kebijakan pembangunan rumah baru di atas tanah rampasan, terutaman Partai Rumah Yahudi, yang dipimpin Naftali Bennet.

Upaya Netanyahu berkoalisi dengan partai garis keras itu diperkirakan semakin merusak hubungan dengan warga Palestina dan semakin mengucilkan negara Yahudi tersebut dari masyarakat internasional.

Namun, sejumlah pengamat mengatakan bahwa koalisi Netanyahu itu tidak akan bertahan lama karena hanya menguasai 61 dari 120 kursi parlemen Knesset. Sang perdana menteri diperkirakan akan menambah anggota koalisi pada bulan-bulan mendatang.

Di sisi lain, sejumlah analis memperkirakan bahwa kebijakan Israel terhadap Palestina tidak akan berubah dalam sekejap meski Bennett memperoleh kekuasaan besar untuk memperluas akitivitas pembangunan perumahan di atas tanah rampasan.

Bersamaan dengan terbentuk koalisi baru itu, Israel memberi izin terhadap pembangunan 900 rumah baru di Ramat Shlomo, Yerusalem Timur, demikian keterangan lembaga Peace Now. Palestina dengan cepat mengecam pemerintahan baru di Israel. Kepala perwakilan perundingan damai Saeb Erakat mengatakan bahwa Netanyahu tidak berniat berdamai dan akan berupaya memperluas pemukiman baru.

"Koalisi itu "akan menjadi lawan dari perdamaian dan stabilitas di kawasan kami", kata Erakat kepada AFP.

Meski demikian, analis politik dari lembaga Begin-Sadat Centre, Jonathan Rynhold, mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyimpulkan kebijakan apa yang akan dibawa oleh Netanyahu karena komposisi koalisi dapat berubah dengan cepat dalam beberapa bulan mendatang.

"Jika Israel memulai pemerintahan dengan kebijakan yang sempit dan bercorak keras, maka posisi negara itu di mata internasional akan semakin sulit," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement