REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Kelompok-kelompok bersenjata di Libya menculik dan menyiksa para warga sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan tindakan-tindakan tersebut merupakan kejahatan perang.
"Kelompok-kelompok bersenjata di Libya bertanggung jawab atas terjadinya penculikan terhadap warga-warga sipil, termasuk mereka yang berada di bawah umur, hanya karena asal mereka, pendapat serta hubungan keluarga dan politik mereka," kata Misi Pendukung PBB di Libya (UNSMIL) dalam sebuah pernyataan, Jumat (15/5).
Mereka yang diculik biasanya berisiko mengalami penyiksaan serta perlakuan-perlakuan buruk lainnya dan kerap dilarang melakukan kontak dengan keluarga mereka. Beberapa orang meninggal dalam tawanan, kemungkinan dibunuh atau disiksa sampai mati.
Libya tergelincir pada kekacauan setelah terjadinya pemberontakan 2011 yang didukung NATO. Kelompok-kelompok bersenjata berperang untuk memegang kendali kekayaan minyak serta kota-kota negara Afrika Utara itu.
Pemberontakan itu sendiri berujung pada tergulingnya pemimpin Moammar Ghadafi. Kekacauan berlanjut dengan terpecahnya negara itu secara politis.
Pemerintahan-pemerintahan serta parlemen-parlemen yang bersaing berupaya merebut kekuasaan, sementara kelompok ISIS juga memperluas pengaruhnya.
"Penyanderaan, penyiksaan serta pembunuhan merupakan kejahatan perang. Mereka yang berada dalam posisi bisa mencegahnya tapi tidak melakukannya uga dianggap melakukan kejahatan, termasuk bisa diajukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional," kata UNSMIL.