REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Dalam acara Indonesian Career Expo yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia cabang University of Melbourne, pekan lalu, sejumlah pembicara mencoba memberikan inspirasi soal peluang besar bagi mahasiswa untuk kembali dan membangun Indonesia.
Pameran karir yang digelar pada 15 hingga 17 Mei lalu dibuka dengan diskusi berjudul The Premiere.
Dua di antara pembicara tamu, yakni Emirsyah Satar, mantan CEO Garuda Indonesia dan Maya Hasan, pemain harpa ternama berbagi pengalaman mereka kepada mahasiswa Indonesia di Melbourne, Australia.
Keduanya sama-sama pernah sekolah dan tinggal di luar negeri. Tetapi mereka memilih untuk kembali ke Indonesia dan keduanya berhasil membuktikan menjadi yang terbaik di bidangnya masing-masing.
Saat krisis moneter menghantam Indonesia di tahun 1998, Emirsyah Satar yang sempat menduduki jabatan sebagai CEO Niaga Finance Co. Ltd. mengambil tawaran pemerintah Indonesia untuk menjadi Direktur Keuangan Garuda Indonesia.
“Semua meninggalkan Indonesia saat krisis ekonomi, tapi saya memilih kembali. Saya punya prinsip kalau bukan saya yang bangun Indonsia, lalu siapa lagi?” ujarnya saat pembukaan acara iCareer.
Emirsyah mengaku kalau Garuda pada saat itu berada dalam masalah yang sangat besar.
“Menjadi sebuah tantangan tersendiri bagaimana berkontribusi kepada negara sebagai profesional, bukan politisi,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Puteri Anetta Komarudin, Media Officer Indonesian Career Expo.
Di bawah kepempinan Emirsyah, maskapai Garuda Indonesia bisa diangkat dari keterpurukan perusahaan.
“Tapi saya selalu katakan bahwa saya bukan superman, atau super profession, ini semua karena kerja keras tim,” ujar Emirsyah. “Seorang CEO tidak bisa mengerjakannya tanpa kerja sama tim.”
Ia juga menambahkan prestasi Garuda Indonesia bukan semata untuk perusahaan, tetapi juga menjadi kebangaan bagi Indonesia.
Lain lagi dengan cerita Maya Hasan. Maya diundang ke Indonesian Career Expo 2015 untuk mewakili mereka yang berminat terjun di bidang musik, hiburan, atau ekonomi kreatif.
Maya mengaku kalau awalnya ia ingin menjadi pengacara atau pramugari kegemarannya berpergian, tapi ia memutuskan untuk sekolah musik.
"Dan ternyata sekolah yang saya ambil adalah sekolah musik paling sulit, tapi mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang kuat," kata Maya, lulusan Willamette University di Oregon, Amerika Serikat.
Jalannya untuk menjadi pemain harpa pun tidak mudah. Membutuhkan waktu bagi Maya agar permainan alat musik harpa bisa didengar di pentas musik nusantara.
"Banyak orang yang tidak tahu, tetapi saya berusaha agar orang mengenalnya dan baru diajak berkolaborasi," jelasnya.
"Saya mengatakan pada diri saya sendiri, bahwa setiap pekerjaan yang saya lakukan, akan dikerjakan sepenuh hati," tambah Maya. Siapa menyangka jika kemudian ia telah banyak berkolaborasi dengan musisi ternama di Indonesia dan dunia, seperti Andrea Bocelli dan George Benson.
Selain Emirsyah dan Maya, pembicara tamu lainnya yang hadir adalah Mei Phing Lie, salah satu pendiri organisasi Doctor Share. Lewat organisasinya, Mei membangun rumah sakit terapung, khususnya di Indonesia bagian Timur. dan mengubah wajah kesehatan Indonesia.
Pembicara tamu lainnya adalah Helen Dewi Kirana, desainer batik. Meski bergerak di bidang bisnis, namun Helen berbagi inspirasi bahwa pekerjaan tidak melulu soal uang, tetapi bekerja dengan hati.
"Jadilah orang yang pintar, tapi jangan tamak, kerja sepenuh hati, dan percaya uang akan datang dengan sendiri," ujar Helen.
Sementara Emirsyah memberikan pesan bahwa banyak cara untuk bisa berkontribusi kepada Indonesia.
“Indonesia adalah salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, kita bisa masuk ke dalam daftar 10 negara dengan ekonomi terbesar,” jelasnya.
“Kita membutuhkan banyak pemimpin, dan kalian adalah pemimpin masa depan…. harus memiliki antusias dan energi, integritas, tahan banting, adil, hangat, rendah diri namun percaya diri, dan keberanian untuk mengatakan apa yang dipikirkan, bukan hanya ABS, atau asal bapak senang.”