REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- PBB melaporkan lebih dari setengah juta orang telah mengungsi akibat konflik di Yaman. Pada Selasa (19/5), ibukota Sanaa dibombardir untuk pertama kalinya sejak gencatan senjata berakhir.
PBB menyatakan, hingga Jumat (15/5) sebanyak 1.850 orang tewas dan 7.394 terluka dalam kekerasan di Yaman. Sebanyak 545.000 orang lainnya telah mengungsi ke luar Yaman. Jumlah ini naik dari hari sebelumnya, Jumat (14/5), yakni sebanyak 450.000 orang.
Badan pengungsi PBB mengatakan gencatan senjata selama lima hari tidak memberikan cukup waktu untuk menyalurkan semua kebutuhan pengungsi. Meski begitu, bantuan bahan makanan sudah berhasil disalurkan kepada 400.000 orang.
Setelah gencatan senjata berakhir pada akhir pekan, koalisi Arab kembali melancarkan serangan pada Senin (18/5) dengan penggerebekan di kota terbesar kedua Yaman, Aden. Serangan ini dianggap pihak Houthi sebagai bentuk pelanggaran gencatan senjata.
"Mereka tidak menghormati jeda kemanusiaan. Itulah sebabnya mengapa kami melakukan apa yang perlu dilakukan," kata juru bicara Houthi, Brigadir Jenderal Ahmed al-Assiri.
Serangan pada Selasa berhasil menyasar kompleks istana presiden dan beberapa pangkalan pasukan yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh. Serangan juga menyasar Garda Republik yang menjadi basis brigade rudal di Fajj Attan di selatan Sanaa.
Gudang senjata di Gunung Noqum, pinggiran timur Sanaa juga menjadi target serangan. Salah seorang saksi bahkan mengatakan jika kediaman presiden Ali Abdullah Saleh turut menjadi sasaran serangan.
Pihak terkait menyatakan harapan adanya terobosan politik lewat konferensi perdamaian yang disponsori PBB terpaksa ditunda karena pertempuran kembali berlangsung. Sementara itu, sebuah konferensi faksi-faksi politik Yaman yang diadakan di Riyadh berjanji memberikan dukungan untuk memerangi milisi Houthi.