Kamis 21 May 2015 16:35 WIB
Pengungsi Rohingya

PM Tony Abbott Tolak Pengungsi Asal Rohingya

Red:
Lebih dari 1.350 pengungsi Rohingya telah diselamatkan oleh nelayan Aceh dalam beberapa hari terakhir.
Foto: Reuters
Lebih dari 1.350 pengungsi Rohingya telah diselamatkan oleh nelayan Aceh dalam beberapa hari terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Tony Abbott menepis kemungkinan bagi Australia untuk menampung para pengungsi Rohingya. Dia menyebut hal ini sebagai masalah ASEAN dengan Myanmar sebagai sumber persoalannya.

Partai Hijau Australia sebelumnya mendesak pemerintah untuk "menunjukkan kepemimpinan dan keperdulian Australia" dengan cara menampung para pengungsi Rohingya tersebut.

"Daripada mengusir perahu-perahu tersebut, sebaiknya kita menerima mereka dengan tangan terbuka," kata Pemimpin Partai Hijau, Senator Richard Di Natale baru-baru ini.

"Australia bisa menunjukkan kepemimpinan dan keperduliannya, sama seperti saat peristiwa Lapangan Tiananmen di China dan Perang Vietnam, dengan menerima pengungsi yang melarikan diri dari penindasan dan perang," tambah Senator Di Natale, yang belum lama terpilih memimpin Partai Hijau menggantikan Senator Christine Milne.

Hari Kamis (21/5/2015) PM Abbott mengatakan Australia siap membantu dengan cara lain, namun memastikan bahwa mereka yang melarikan diri dari Myanmar tersebut tidak akan ditampung oleh Australia.

"Tidak, tidak, tidak," katanya kepada wartawan saat ditanya mengenai kemungkinan tersebut.

"Australia tidak akan melakukan sesuatu yang akan mendorong siapa saja untuk berpikir bahwa mereka bisa naik perahu dan bekerja sama dengan penyelundup manusia untuk memulai kehidupan baru (di Australia)," tegas PM Abbott.

"Jika anda ingin kehidupan yang lebih baik, datanglah melalui pintu depan," tambahnya.

"Kami tegaskan kembali bahwa jika anda naik ke perahu bocor anda tidak akan tiba di tujuan yang anda inginkan," kata PM Abbott.

Pekan lalu ia tidak bersedia mengkritik Thailand, Malaysia dan Indonesia yang waktu itu mengusir perahu pengungsi Rohingya dari wilayah perairan masing-masing sehingga menimbulkan situasi "ping-pong" seperti disebutkan oleh PBB.

Namun Hari Rabu usai pertemuan para Menlu tiga negara ASEAN tersebut, Malaysia dan Indonesia mengubah sikap dengan bersedia menerima para pengungsi Rohingya dalam tempo setahun.

PM Abbott menambahkan, isu ini merupakan permasalahan yang harus diselesaikan oleh kalangan negara ASEAN sendiri.

"Ini jelas tanggung jawab regional dan negara yang harus bertanggung jawab adalah negara yang paling dekat dengan persoalan," katanya.

PM Abbott menuding Myanmar, yang dahulu dikenal sebagai Burma sebagai sumber persoalan.

"Pada akhirnya, penyebabnya adalah Burma. Di Burma persoalan ini bermula," katanya.

PM Abbott lebih jauh menjelaskan Australia bersedia membantu dan menyebutkan bahwa bantuan tambahan telah diberikan kepada Myanmar.

"Australia selalu menjadi warga internasional yang baik, jika dimintai tolong, kami dengan senang hati membantu," tuturnya.

Bantuan tambahan ini berjumlah 6 juta dolar ditujukan untuk proyek kemanusiaan di Rakhine yang banyak dihuni oleh etnis Rohingya.

PM Tony Abbott bersama para pemimpin ASEAN termasuk Presiden Myanmar Thein Sein (paling kanan).

PM Tony Abbott bersama para pemimpin ASEAN termasuk Presiden Myanmar Thein Sein (paling kanan).

 

Secara terpisah, Menteri Sosial Australia Scott Morrison menyatakan menempatkan para pengungsi Rohingya di Australia dalam skala besar sangat mustahil.

"Ingat, jumlah warga Rohingya di Myanmar itu lebih dari satu juta orang," katanya.

"Tidak ada negara yang akan menampung sejuta orang Rohingya," ujar Menteri Morrison. "Jadi jika ada yang mengatakan bahwa jawaban atas permasalahan ini adalah dengan menempatkan mereka di negara ketiga, saya kira orang itu tidak mengerti persoalan."

"Inilah adalah permasalahan ASEAN dan khususnya Myanmar," tambahnya.

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement