REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping memperingatkan dalam pidato kebijakannya agama-agama harus bebas dari pengaruh asing. Pemerintah meminta kelompok agama dalam negeri berjanji setia kepada negara.
"Kita harus mengelola urusan agama sesuai dengan hukum dan mematuhi prinsip kemerdekaan untuk menjalankan kelompok agama pada kemauan kita sendiri," katanya dalam pertemuan partai tingkat tinggi, Rabu (20/5).
Cina diperintah oleh Partai Komunis yang ateis dan berusaha mengendalikan berbagai agama dan penyebarannya. "Upaya aktif harus dilakukan untuk memasukkan agama ke dalam masyarakat sosialis," lanjut dia.
Sebagai bagian dari kebijakan agama pada 1990-an, pemerintah percaya pasukan asing yang bermusuhan bisa menggunakan agama untuk menyusup ke masyarakat Cina dan memenangkan lebih banyak penduduk. Hal itu dapat menumbangkan pemerintah partai.
Tak pelak, Cina melarang pekerjaan misionaris asing, menolak mengakui seiap janji oleh badan keagamaan asing seperti Vatikan dan menyatakan setiap kelompok agama yang tidak terdaftar adalah ilegal.
Di daerah Cina barat Xinjiang dan Tibet, pemerintah mengatakan pasukan asing menggunakan Islam dan Budha Tibet untuk menghasut masyarakat setempat menentang kekuasaan Cina.
Sejak awal 2014, provinsi Cina timur Zhejiang telah dipaksa menghapus salib dari 400 lebih gereja Kristen di sana. Hal itu dilakukan dalam upaya nyata mengurangi visibilitas agama yang berkembang pesat di dunia tersebut.
Sementara itu di Roma, Paus Francis mendesak umat Katolik di Cina untuk bersatu menjadi batu karang. Pada 2007, Paus Benediktus XVI mengirim surat kepada pemeluk agama Katolik di Cina mendesak mereka untuk bersatu di bawah kekuasaannya.