REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu pada Rabu (20/5) membatalkan proyek percontohan, yang melarang warga Palestina menggunakan bus bersama warga Israel. Pembatalan ini mencerminkan ketegangan yang terjadi di dalam tubuh pemerintahan baru Israel.
Sebelumnya proyek percontohan melarang pekerja Palestina menaiki bus yang sama dengan warga Israel. Namun rencana tersebut menuai berbagai kritikan keras. Seluruh sepktrum politik mengecam hal tersebut sebagai tindakan rasis dan membandingkannya dengan tindakan apartheid.
Presiden Israel Reuven Rivlin bahkan menyebut rencana ini tak pernah terpikirkan dan mengatakan ini akan menjadi 'kerusakan besar' bagi Israel.
"Proposal ini tak dapat diterima bagi perdana menteri. Ia berbicara pada menteri pertahanan pagi ini, mereka memutuskan menunda hal ini," kata juru bicara Netanyahu Mark Regev seperti dilansir The New York Times, Kamis (21/5).
Netanyahu tampaknya terkejut oleh berita yang menyatakan proyek sudah berlangsung. Namun pejabat di kantornya menolak mengkonfirmasi hal itu.
Pemimpin Palestina di Tepi Barat Mustafa Barghouti mengatakan, rencana pemisahan bus benar-benar tumpul. Ini menurutnya menunjukkan bahwa keberadaan jalan di Tepi Barat secara eksklusif hanya digunakan oleh Israel.
"Ini menunjukkan fakta bahwa Israel sayangnya telah mengubah situasi menjadi sistem apartheid," katanya.
Wakil Menteri Pertahanan Israel Eli Ben-Dahan mengatakan, ia terkejut dengan pembatalan proyek. Selama ini ia dikenal membela proyek ini di DPR.
"Tak ada apartheid di sini," ujarnya.