Kamis 21 May 2015 18:30 WIB

Xi Jinping: Agama Harus Bebas dari Pengaruh Asing

Rep: melisa riska putri/ Red: Angga Indrawan
Presiden Cina Xi Jinping.
Foto: AP
Presiden Cina Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina, Xi Jinping memperingatkan dalam pidato kebijakan utama bahwa agama-agama harus bebas dari pengaruh asing. Pemerintah meminta kelompok agama dalam negeri untuk janji kesetiaan kepada negara.

"Kita harus mengelola urusan agama sesuai dengan hukum dan mematuhi prinsip kemerdekaan untuk menjalankan kelompok agama pada kemauan kita sendiri," katanya dalam pertemuan partai tingkat tinggi untuk menyatukan kelompok-kelompok dan individu Partai non-komunis, Kamis (21/5).

Ia menambahkan, masalah keyakinan beragama harus dapat memenangkan hati dan pikiran masyarakat untuk partai. "Upaya aktif harus dilakukan untuk memasukkan agama ke dalam masyarakat sosialis," lanjut dia.

Cina diperintah oleh Partai Komunis yang ateis dan Beijing berusaha mengendalikan berbagai agama dan penyebarannya. Sebagai bagian dari kebijakan agama tahun 1990-an, pemerintah percaya bahwa pasukan asing yang bermusuhan bisa menggunakan agama untuk menyusup ke masyarakat Cina dan memenangkan lebih banyak penduduk. Hal itu dapat menumbangkan pemerintah partai.

Tak pelak, Beijing telah melarang pekerjaan misionaris asing, menolak mengakui seiap janji oleh badan keagamaan asing seperti Vatikan dan menyatakan setiap kelompok agama yang tidak terdaftar adalah ilegal. Hubungan formal Cina dengan Vatikan sudah diputus sejak 1951. Peribadatan umat Katolik secara resmi hanya diperbolehkan di gereja-gereja negara resmi di luar otoritas Paus.

Di daerah Cina barat Xinjiang dan Tibet, pemerintah mengatakan pasukan asing menggunakan Islam dan Budha Tibet untuk menghasut masyarakat setempat menentang kekuasaan Cina.  Namun, agama telah menyebar dengan cepat di negara yang menderita krisis kepercayaan tersebut.

Sejak awal 2014, provinsi Cina timur Zhejiang telah dipaksa menghapus salib dari 400 lebih gereja Kristen di sana. Hal itu dilakukan dalam upaya nyata untuk mengurangi visibilitas agama yang berkembang pesat di dunia tersebut.

Seorang  Sarjana Agama Cina di Universitas Purdue, Yang Fenggang mengatakan, pernyataan Cina akan pasukan asing dinilai kabur. Sebab istilah tersebut apakah mengacu pada individu asing, kelompok non-pemerintah asing, tradisi budaya asing atau pemerintah asing.

Menurutnya, dengan menganut kebijakan tersebut akan menyulitkan Cina di era globalisasi. Nantinya, Cina juga akan kesulitan saat ingin mempromosikan budayanya sendiri di luar Cina.

"Bagaimana Anda bisa mempengaruhi asing tetapi tidak dipengaruhi oleh asing?" katanya dalam sebuah email.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement