REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Filipina mengatakan, upaya rehabilitasi korban Super Typhoon Yolanda (Haiyan) kemungkinan akan membatasi bantuan untuk pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Banglades yang terlantar di pantai Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
"Kami sadar bahwa sumber daya kami terbatas, kita berada di tengah-tengah rehabilitasi besar-besaran dan program rekonstruksi daerah yang terkena Topan Yolanda," kata Sekretaris Komunikasi Filipina, Herminio Coloma Jr, seperti dilansir Rappler, Kamis (21/5).
Meski begitu, Pejabat Istana Filipina tengah menjalin koordinasi dengan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) agar bisa berkontribusi membantu pengungsi Rohingya. "Kami tengah berdialog dengan kantor lokal UNHCR tentang bagaimana Filipina dapat membantu untuk tujuan kemanusiaan PBB," kata Coloma.
Sebelumnya, Coloma mengatakan, Filipina sangat terbuka untuk menampung ribuan pengungsi Rohingya. Bahkan, PBB telah menyatakan, Rohingya sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Filipina, Leila de Lima mengatakan, pemerintah tidak harus menunggu dokumen resmi untuk memberi pertolongan pada para pengungsi seperti Muslim Rohingya. De Lima yang juga mantan ketua Komisi Hak Asasi Manusia juga mengkritik pemerintah Filipina yang mengharuskan adanya dokumen resmi agar pengungsi Rohingya bisa dilindungi.
"Mereka mungkin korban penganiayaan. Keputusasaan mereka meninggalkan wilayahnya karena kehidupan atau kebebasan mereka telah terancam atau hak asasi mereka telah dilanggar serius. Mereka bahkan menjadi korban penyelundupan manusia," jelas de Lima.
Tetapi, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Filipina, Charles Jose mengatakan, Filipina perlu mempertimbangkan populasi yang besar dalam membantu para pengungsi. "Kita perlu menyeimbangkan komitmen internasional dan kepentingan nasional kita," kata Jose.