Jumat 22 May 2015 10:29 WIB

Muslim Malawi Gencarkan Larangan Perdagangan Manusia

Rep: c38/ Red: Ani Nursalikah
perdagangan manusia (illustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
perdagangan manusia (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LILONGWE -- Komunitas Muslim Malawi mendorong pemerintah menerapkan regulasi terkait larangan praktik perdagangan manusia (human trafficking). Angka perdagangan manusia telah mencapai tingkat mengkhawatirkan di seluruh Afrika, termasuk di negara tersebut.

"Sampai beberapa waktu lalu, Malawi tidak punya sepotong undang-undang pun tentang perdagangan manusia. Tidak adanya hukum menciptakan lahan subur bagi kejahatan ini untuk berkembang," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Malawi Salmin Omar, dilansir dari On Islam, Jumat (22/5).

Omar melanjutkan, komunitas Muslim di Malawi akan melobi aparat penegak hukum untuk serius menegakkan hukum terkait masalah ini. Para pemimpin Muslim juga menghubungi kelompok-kelompok yang berbeda di seluruh negeri untuk mendapatkan dukungan.

Menurutnya, perdagangan manusia dan anak di Malawi telah mencapai proporsi yang mengkhawatirkan. Kehidupan perempuan dan anak-anak dalam risiko. Para pemimpin agama dan penegak hukum perlu bekerja sama. Itu bukan usaha suatu agama, tetapi menyangkut kepentingan negara.

Hingga Februari tahun ini, ketika Majelis Nasional mengesahkan UU Anti Perdagangan Manusia, Malawi adalah satu-satunya negara di wilayah Southern African Development Community (SADC) yang tidak memiliki hukum tentang perdagangan manusia.

"Kami telah mencatat kenaikan jumlah perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan ke negara-negara tetangga. Pemerintah tidak memiliki kapasitas mengatasi situasi ini sendirian. Oleh karena itu, kami memuji peran serta komunitas Muslim," kata Menteri Kesejahteraan Perempuan dan Anak Patricia Kaliati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement