REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok hak asasi perempuan Triangle Women Support Group, mengkritisi Undang-Undang pengaturan kelahiran yang baru diberlakukan di Myanmar. Menurut mereka, UU tersebut berpeluang menekan kelompok Muslim minoritas di negara tersebut.
"UU ini menargetkan populasi satu kelompok di suatu daerah," kata Khin Lay, pendiri Triangle Women Support Group dikutip dari Fars News, Selasa (26/5).
Seperti diketahui, Presiden Myanmar Thein Sein menandatangani UU pengendalian populasi pekan lalu. UU tersebut mengatur perempuan Myanmar untuk menjaga jarak kelahiran anak setiap tiga tahun sekali.
Namun, Pemerintah Myanmar membantah pernyataan tersebut. Mereka mengatakan UU bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan ibu dan anak.
Kelompok aktivis lain lain juga menyatakan keprihatinan mereka terhadap UU itu. Berlakunya UU secara jangka panjang dikhawatirkan dapat memperburuk ketegangan di negara bagian Rakhine.
Di daerah tersebut, kekerasan terhadap Muslim Rohingya pecah pada 2012. Sebagai informasi, sebanyak 1,1 juta warga etnis Muslim Rohingya hidup tanpa pengakuan dan mengalami diskriminasi di Myanmar.