REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dana Anak PBB (Unicef) pada Selasa (26/5) mengatakan telah terjadi peningkatan jumlah perempuan dan anak yang dimanfaatkan untuk melancarkan serangan bunuh diri di bagian timur-laut Nigeria.
Ahli perlindungan anak di Unicef Laurent Dutordoir mengatakan, "Telah terjadi peningkatan tajam dalam kasus ini sejak awal 2015, saat kelompok bersenjata beralih ke serangan oportunis untuk merebut kembali wilayah yang terlepas dari cengkeraman mereka."
Menurut laporan, 26 serangan bunuh diri dilancarkan pada 2014, dibandingkan dengan 27 antara Januari dan Mei tahun ini. Perempuan dan anak-anak dimanfaatkan untuk meledakkan bom atau sabuk peledak dalam 75 persen peristiwa tersebut, kebanyakan ditujukan ke kumpulan orang dan daerah yang berpenghuni seperti tempat pemberhentian bus dan pasar.
Sejak kasus pertama dilaporkan pada Juli 2014, sembilan serangan yang dilancarkan oleh anak perempuan yang berusia antara tujuh dan 17 tahun telah dicatat. "Secara budaya, ada lebih dari satu masalah ketika memeriksa perempuan dan anak perempuan, jadi ini patut disayangkan adalah taktik yang efisien yang digunakan," kata Laurent Dutordoir, sebagaimana dikutip Xinhua.
Kecenderungan yang mengkhawatirkan itu ditambah oleh kenyataan bahwa bukan hanya anak yang diculik yang melakukan serangan ini, sebab anak yang telah kehilangan tempat tinggal atau terpisah dari keluarga mereka juga telah menjadi sasaran semua faksi yang berperang, kata Unicef.
Banyak jumlah menunjukkan mungkin ada sebanyak 10 ribu anak itu. Sebelumnya diperkirakan ada sebanyak 743 ribu anak telah terusir dari rumah mereka akibat konflik di tiga negara yang paling terpengaruh di Nigeria.