REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi kembali menjanjikan pemilihan anggota legislatif (pileg) menjelang akhir tahun 2015 ini setelah beberapa kali ditunda. Sebanyak 37 partai politik akan berpartisipasi dalam pileg yang direncanakan akan digelar bulan September, kata Juru Bicara Presiden Mesir Alaa Youssef seperti dikutip media massa setempat, Kamis (28/5).
Menurut kantor berita Mesir, MENA, Presiden Al Sisi pada Rabu (27/5) melakukan pertemuan dengan para pimpinan parpol untuk mendiskusikan realisasi 'Peta Masa Depan' mencakup pemilu parlemen. Parpol peserta pemilu itu tidak termasuk Partai Kebebasan dan Keadilan Ikhwanul Muslimin dan Partai Nasional Demorat pimpinan mantan Presiden Hosni Mubarak yang telah dibubarkan.
Partai Al Nour, sayap politik Salafi yang dijuluki sebagai kelompok konservatif Islam garis keras, tercakup salah satu dari partai peserta pemilu, kata Alaa Youssef. Salafi yang merupakan urutan kedua pemenang pileg 2012 setelah Ikhwanul Muslimin, tergolong dalam koalisi utama pendukung kudeta militer yang menumbangkan Presiden Moursi.
Awalnya, Pemilu parlemen tersebut sedianya digelar pada Maret dan April silam, namun dibatalkan oleh Mahakamah Konstitusi karena dinilai beberapa pasal dalam undang-undang pemilu bertentangan dengan asas keadilan dan demokrasi.
Para pengamat menilai, pasal undang-undang pemilu yang dibatalkan lewat gugatan di Mahkamah Konstitusi itu terkait dengan jumlah calon independen anggota legislatif lebih banyak dari calon lewat partai politik.
Hal itu merupakan pemilu parlemen kedua kalinya setelah tumbangnya rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak dalam revolusi musim semi pada 2011. Pemilu parlemen pertama pascatumbangnya rezim Mubarak, digelar pada 2012, yang dimenangkan Ikhwanul Muslimin, namun kemudian dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pembubaran parlemen itu diputuskan Mahkamah Konstitusi hanya beberapa hari menjelang pelantikan Presiden Mohamed Moursi yang menang mutlak dalam pilpres. Parlemen yang dibubarkan tersebut sempat dipulihkan oleh Presiden Moursi, namun lagi-lagi dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Padahal pemilu parlemen dari pemilu presiden yang dimenangkan secara mutlak oleh Ikhwanul Muslimin itu dinilai sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Mesir modern dan dipuji secara luas oleh komunitas dunia internasional.
Celakanya, Presiden Moursi yang dilantik pada 30 Juni 2012 hanya bertahan persis satu tahun sebagai orang nomor wahid di Negeri Lembah Nil itu, dan ditumbangkan dalam satu kudeta militer lewat aksi demo besar pada 30 Juni 2013.
Moursi kini sedang 'menghitung hari' di balik jeruji besi, dalam penantian hukuman pancung, menyusul vonis mati yang dijatuhkan pengadilan Mesir dua pekan lalu atas dakwaan kegiatan mata-mata untuk kekuatan asing.