Ahad 31 May 2015 17:10 WIB

Indonesia Sarankan Patroli Bersama di Laut Sengketa

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Winda Destiana Putri
Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.
Foto: Antara
Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu menyarankan semua negara terkait sengketa di Laut Cina Selatan harus melakukan patroli perdamaian gabungan untuk mengurangi risiko konflik.

Ia mengatakan hal tersebut dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan regional menteri pertahanan dan kepala militer di Singapura, Ahad (30/5).

''Patroli bertujuan agar tidak ada satu negara pun yang harus membangun kekuatan atau mengancam siapa pun,'' kata Ryamizard, dikutip Today Online. Ia mengaku optimis bahwa patroli bersama akan menjadi solusi dan jalan keluar bersama.

Meski demikian, patroli bersama tampak sulit dilaksanakan karena membutuhkan persetujuan semua pihak. ASEAN dan Cina sebelumnya telah bekerja untuk membuat kode etik di perairan Laut Cina selatan. Telah lebih dari satu dekade namun tidak ada kemajuan besar.

Meski demikian, Menteri pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein mengatakan patroli bersama dengan Cina tidak mustahil.  ''Cina akan kehilangan lebih banyak jika wilayah tidak stabil,'' katanya di sela-sela forum Shangri-La Dialogue.

Ia mencontoh patroli bersama di Selat Malaka yang mampu membatasi pembajakan. Dalam pidatonya, Hishammuddin juga mendesak negara Asia Tenggara untuk segera menyelesaikan kode etik di perairan sengketa.

''Jika kita tidak hati-hati, maka ini akan meningkat jadi konflik paling membahayakan dalam sejarah kita,'' katanya.

Sejak meningkatnya pekerjaan reklamasi Cina di Spratly, AS telah memutuskan meningkatkan patroli udara di wilayah. Hal tersebut membuat Cina gerah dan menuduh AS memprovokasi kondisi di wilayah.

Sebagai pihak netral, Indonesia mencoba untuk menengahi meski perairan kepulauan Natuna juga sedikit tumpang tindih dengan klaim Cina. Ditanya apakah Cina telah meng'otak-atik' Nanuta, Ryamizard mengatakan Cina tidak punya hak. ''Kami memiliki sejarah di sana,'' tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement