Selasa 02 Jun 2015 19:23 WIB

Obama: Hak Muslim Rohingya Ujian Transisi Demokrasi Myanmar

Sejumlah pengungsi etnis Rohingya asal Myanmar antre untuk mendapatkan makanan di tempat pengungsian sementara di Beyeun, Aceh Timur, Aceh, Ahad (31/5). (Antara/Zabur Karuru)
Sejumlah pengungsi etnis Rohingya asal Myanmar antre untuk mendapatkan makanan di tempat pengungsian sementara di Beyeun, Aceh Timur, Aceh, Ahad (31/5). (Antara/Zabur Karuru)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama mengatakan, sukses atau tidaknya transisi demokrasi di Myanmar tergantung Muslim Rohingya. "Salah satu

hal yang paling penting adalah dengan mengakhiri diskriminasi terhadap orang, hanya karena penampilan atau agama mereka," kata dia, Senin (2/6).

"Saya pikir jika saya adalah Rohingya, saya mau tinggal di mana saya lahir. Tapi saya juga ingin memastikan bahwa pemerintah melindungi hak-hak saya dan bahwa orang lain memperlakukan saya dengan adil," tambahnya.

"Dan itulah sebabnya mengapa hal ini begitu penting, saya pikir, sebagai bagian dari demokrasi transisi, untuk menyikapi secara sangat serius tentang bagaimana Rohingya diperlakukan," katanya.

Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai etnis minoritas, tapi justru menyebut mereka sebagai "Bengali". Ini menegaskan bahwa pemerintah tetap memandang mereka sebagai imigran gelap dari negara tetangga Bangladesh.

Sebagai akibatnya, gerakan mereka dan akses terhadap pekerjaan serta berbagai layanan utama sangat terbatas, dan membuat ribuan orang setiap tahunnya memilih untuk memberanikan diri menempuh perjalanan laut nan berbahaya ke arah selatan menuju Malaysia dan Indonesia.

Sebuah sensus perdana Myanmar dalam kurun tiga dekade, yang diselenggarakan pada tahun 2014, tidak mencakupi mereka di penghitungan akhir setelah pihak berwenang menolak untuk mengizinkan kelompok untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai "Rohingya".

Sebuah kampanye nasionalis Buddha yang sangat kuat mempromosikan pembatasan ketat pada semua penduduk Muslim Myanmar telah memperdalam permusuhan terhadap Rohingya-dan disempurnakan dengan bungkamnya para pemimpin politik, termasuk pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.

Partai oposisi yang dipimpin oleh Suu Kyi akan bertarung dalam pemilu pada bulan November mendatang, dan Obama mendukung partai ini sebagai langkah lompatan bagi perbaikan demokrasi Myanmar.

Tapi selama kunjungan terakhirnya ke Myanmar pada bulan November tahun lalu, Obama memperingatkan bahwa reformasi Myanmar "belumlah lengkap atau sempurna", mengutip pembatasan di aspek kebebasan berekspresi, konflik yang sedang tak berkesudahan, dan perlakuan terhadap kelompok minoritas di Myanmar-terutama Rohingya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement