REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Tim penyelidikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan mengunjungi Korea Selatan (Korsel) paling cepat pekan depan untuk meneliti penyebaran cepat Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) di negeri tersebut.
Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel, Jumat (5/6), berencana membentuk misi penyelidikan gabungan secepat mungkin bersama WHO. Berdasarkan peraturan kesehatan internasional, WHO bisa melakukan penyelidikan di satu negara yang menghadapi penyakit menular dan memerlukan kerja sama internasional.
Misi gabungan itu direncanakan terdiri atas para ahli di berbagai bidang, seperti survei epidemiologi, virus dan penanganan penularan, untuk secara transparan menyiarkan hasil penyelidikan kepada masyarakat internasional.
Hingga Jumat, penularan MERS di Korea Selatan menjadi 41. Empat kematian telah dilaporkan sehingga angka kematian jadi 9,8 persen.
Kelima kasus baru tersebut diperkirakan sebagai penularan tersier, yang berarti penularan dari penular sekunder. Di antara mereka terdapat seorang sersan kepala di Pangkalan Udara Osan, kasus pertama penularan MERS di militer.
Prajurit yang berusia 45 tahun tersebut diperiksa positif pada Kamis dalam pemeriksaan awal dan menerima konfirmasi akhir bagi penyakit yang disebabkan virus itu pada Jumat. Ia dibawa ke rumah sakit pada Mei, tapi diduga terinfeksi dari penular sekunder saat gejala pertama MERS mulai muncul.
Sebanyak 60 prajurit di pangkalan udara itu, lokasi tentara Korea Selatan dan AS telah diisolasi untuk mencegah kemungkinan penularan. Penyakit itu pertama kali ditemukan di Arab Saudi pada 2012. Organisasi Kesehatan Dunia telah melaporkan lebih dari 1.000 kasus MERS di dunia dan lebih dari 400 kematian.