Sabtu 06 Jun 2015 14:32 WIB

UNICEF: Penganiayaan Anak Rugikan Ekonomi Negara

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penganiayaan anak, ilustrasi
Penganiayaan anak, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Komisi PBB yang khusus menangani permasalahan anak-anak, UNICEF mengeluarkan hasil penelitian terbaru terkait kekerasan terhadap anak. Kekerasan dan penganiayaan terhadap anak di negara-negara Asia Pasifik merugikan hingga 209 milyar dolar AS per tahunnya.

Angka ini setara dengan dua persen Gross Domestic Product (GDP) rata-rata negara Asia. Laporan UNICEF ini merupakan laporan pertama yang menghubungkan biaya kerugian yang harus dikeluarkan dengan kekerasan pada anak-anak.

''Kita semua tahu bahwa kekerasan pada anak harus dihentikan karena ini salah secara moral. Penelitian ini menunjukan bahwa kekerasan juga berimbas serius pada ekonomi negara,'' kata Direktur regional UNICEF, Daniel Toole, dikutip Bernama.

Hasil diperoleh melalui metodelogi akurat yang pernah diterapkan di Australia dan Amerika Serikat. Toole mengatakan pemerintah harus bertindak serius untuk melawannya. Tidak hanya demi anak-anak itu sendiri tapi juga untuk generasi di masa depan.

Dampak sosial ekonomi akibat salah perawatan terhadap anak akan menambah beban dalam sistem kesehatan. Ini juga meningkatkan resiko kekerasan dan kriminalitas di masa depan.

Anak-anak yang masa kecilnya mengalami kekerasan dan penganiayaan akan sulit tumbuh produktif. Negara berisiko kehilangan generasi yang potensial.

Menurut penelitian terpisah di Kamboja yang didukung UNICEF, 50 persen anak pernah mengalami kekerasan. Mereka setidaknya mengalami salah satu tindak penganiayaan sebelum usia 18 tahun.

Selain itu, seperempat dari anak-anak Kamboja mengalami penganiayaan mental. Lima persen diantaranya mengalami kekerasan seksual. UNICEF mengimbau setiap negara untuk bertindak tegas atas permasalahan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement