Selasa 09 Jun 2015 14:43 WIB
Wabah MERS

Korsel Laporkan Lonjakan Wabah MERS

Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di lobi Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan untuk mencegah penyebaran viruis MERS, Rabu (3/6).
Foto: AP
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di lobi Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan untuk mencegah penyebaran viruis MERS, Rabu (3/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan melaporkan adanya lonjakan kasus Gejala Pernafasan Timur Tengah (MERS) pada Senin sementara seorang pria berusia 80 tahun menjadi pasien keenam yang meninggal dunia karena wabah itu di Korsel.

Sementara itu, negara-negara Asia lainnya mulai mengambil langkah-langkah pencegahan guna menangkal wabah MERS (Middle East Respiratory Syndrome). Pihak berwenang Korea Selatan telah menutup hampir 2.000 sekolah dan mengatakan kurang dari 10 orang yang melanggar kewajiban karantina telah ditemukan dan dikembalikan ke rumah. Dalam beberapa kasus, keberadaan mereka dilacak melalui telepon seluler.

Malaysia menganjurkan para warga negaranya untuk menghindari Korea Selatan sementara Singapura membatalkan atau menunda semua kegiatan wisata sekolah ke negara tersebut kendati kepala Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) mengatakan ia meyakini bahwa Seoul bisa mengendalikan penyebaran virus dengan mengambil langkah-langkah yang cukup.

Kementerian Kesehatan Korea Selatan mengumumkan 23 kasus baru sehingga jumlah keseluruhan kasus orang yang terjangkit virus sebanyak 87. Korsel saat ini merupakan negara dengan jumlah tertinggi kedua di dunia yang mengalami kasus MERS setelah Arab Saudi, demikian menurut data dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa.

Pasien terbaru yang meninggal karena MERS di Korea Selatan sebelumnya dirawat karena radang paru-paru ketika ia terkena virus, kata para pejabat di kota Daejeon. Pasien tersebut dipastikan terkena virus MERS dari pasien lainnya di sebuah rumah sakit.

Ketika menggarisbawahi kekhawatiran tentang penyebaran penyakit tersebut, pihak berwenang Korea Selatan mengatakan mereka akan melacak telepon-telepon seluler milik sekitar 2.500 orang yang berada dalam karantina, yang kemungkinan melakukan kontak dengan para pasien.

Beberapa orang yang dikarantina itu ditempatkan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan kendati sebagian besar berada di rumah.

Jeong Eun-kyeong, seorang pejabat pusat pengendalian penyakit Korea Selatan, mengatakan bahwa para petugas kesehatan dan kepolisian setempat terus mengawasi orang-orang yang dikarantina.

"Kami secara aktif melacak keberadaan mereka, bekerja sama dengan polisi atau menggunakan metode-metode lainnya. Kami telah melacak telepon-telepon seluler dalam beberapa kasus. Untuk mendapatkan kontak, kami meminta izin melacak lokasi dan menerima data," kata Jeong kepada para wartawan dilansir Reuters.

Para pejabat kesehatan daerah telah menemukan bahwa beberapa orang, yang jumlahnya kurang dari 10, kabur dari karantina dan kemudian dibawa pulang ke rumah, kata Jeong, dengan menambahkan bahwa mereka yang melanggar peraturan karantina akan didenda.

Sebuah tim ahli dari WHO dijadwalkan mulai bekerja pada Selasa untuk mengevaluasi penangangan terhadap wabah tersebut, termasuk kenapa wabah menyebar begitu cepat. Mereka akan memberikan masukan mengenai langkah-langkah selanjutnya. WHO belum menyarankan pembatasan-pembatasan perjalanan dikeluarkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement