REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran tidak akan mentolerir unjuk rasa menentang keberadaan perempuan dalam ajang olahraga pria, Selasa (9/6), setelah muncul ancaman dari kelompok ultrakonservatif untuk menggagalkan pelonggaran pembatasan itu.
Pernyataan tersebut dibuat setelah salah seorang wakil presiden urusan perempuan mengatakan beberapa perempuan kemungkinan diizinkan menghadiri dua pertandingan bola voli melawan Amerika Serikat di Teheran pada 19 dan 21 Juni.
Perubahan semacam itu menghadapi penentangan. Kehadiran beberapa perempuan dalam pertandingan bola basket baru-baru ini memicu silang pendapat. Perempuan Iran sebelumnya dilarang hadir dalam pertandingan olahraga pria.
Menurut laporan media setempat, kelompok garis keras Ansar Hezbollah mengatakan pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali rencana mereka atau menghadapi kemungkinan penentangan.
Juru bicara pemerintah Mohammad Bagher Nobakht mengatakan segala bentuk ketidaktertiban akan diatasi.
"Jika akan ada demonstrasi, kami pasti tidak akan mengizinkannya dan kami minta pihak kehakiman bersikap terhadap setiap pelanggar hukum," katanya seperti dikutip kantor berita IRNA.
Pada 2014, seorang mahasiswi keturunan Inggris-Iran Ghoncheh Ghavami ditangkap di luar sebuah arena pertandingan bola voli di Stadion Azadi, Teheran. Ia dijatuhi hukuman setahun penjara namun dibebaskan dengan jaminan setelah menjalani masa hukuman lima bulan.
Dia dilarang bepergian selama dua tahun. Pejabat Iran mengatakan Ghavami ditahan karena kesalahan yang tidak terkait dengan pertandingan bola voli itu, namun karena melakukan kontak dengan "kelompok oposisi yang bermarkas di luar negeri" serta propaganda menentang rezim.