Senin 15 Jun 2015 12:22 WIB

Presiden Sudan Diminta Ditahan di Afsel

Omar al-Bashir
Foto: AP/Sunday Aghaeze
Omar al-Bashir

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Pengadilan Afrika Selatan, Ahad, mengeluarkan larangan sementara bagi Presiden Sudan Omar al-Bashir meninggalkan negara tersebut, setelah Mahkamah Kejahatan Internasional memerintahkan penangkapannya dalam pertemuan puncak di Johannesburg.

Bashir, yang diburu atas dugaan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan dan pemusnahan dalam perang Darfur, kebanyakan hanya mengunjungi negara tidak bergabung dengan ICC, namun Afrika Selatan adalah salah satu negara penanda tangan ketetapan ICC.

Pengadilan Tinggi Pretoria dalam pernyataan mengatakan meminta pihak berwenang mencegah Presiden Omar Al-Bashir meninggalkan negara itu hingga ada perintah pengadilan.

Sidang akan dilakukan pada Ahad, tepat pada hari pembukaan KTT Uni Afrika.

Perintah tersebut dikeluarkan setelah sebuah kelompok HAM, Pusat Litigasi Afrika Selatan membuat permintaan mendesak kepada pengadilan untuk memaksa pihak berwenang menahan Bashir.

Bashir bergabung dalam sesi foto bersama para pemimpin negara lain dalam KTT tersebut, meskipun ada perintah penahanan terhadapnya.

Dengan mengenakan jas biru, ia berdiri di baris depan untuk berfoto bersama tuan rumah Presiden Jacob Zuma dan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, yang merupakan ketua dari kelompok beranggotakan 54 negara itu.

Mugabe sebelumnya mendesak para pemimpin Afrika untuk menarik diri dari ICC, yang menurut para kritikus menyasar Afrika.

ICC dalam sebuah pernyataan di markasnya di Den Haag mengatakan bahwa mereka "meminta Afrika Selatan... untuk tidak melepaskan satupun upaya dalam memastikan pelaksanaan perintah tangkap" terhadap Bashir.

ICC mengatakan para diplomat Afrika Selatan bulan lalu telah ditekan untuk menahan Bashir jika ia menghadiri pertemuan puncak, namun mereka membalas bahwa mereka menghadapi "kewajiban lain" atas isu tersebut.

Bashir (71) merebut kekuasaan di Sudan dalam kudeta pada 1989.

"Afrika Selatan mempunyai kewajiban untuk menahan dia," kata pengacara HAM di Johannesburg, Gabriel Shumba kepada AFP.

"Kegagalan untuk melakukan hal itu akan meletakkan mereka di posisi yang sama dengan rejim-rejim Afrika lain yang tidak menghargai hak asasi manusia. Ini sebenarnya sebuah ujian bagi Afrika Selatan," katanya.

Konflik di Darfur meletus pada 2003 ketika kelompok pemberontak meningkatkan kampanye menentang pemerintahan Bashir, dan mengeluhkan bahwa kawasan mereka secara politik dan ekonomi terpinggirkan.

Kejahatan besar

Lebih dari 300 ribu orang tewas dalam konflik itu dan 2,5 juta warga terpaksa mengungsi meninggalkan rumah-rumah mereka, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Meski demikian, Khartoum menyanggah angka korban tersebut dan memperkirakan korban tewas berjumlah tidak lebih dari 10 ribu.

"Membiarkan Presiden al-Bashir di Afrika Selatan tanpa menahannya akan menjadi noda besar bagi reputasi Afrika Selatan untuk mempromosikan keadilan bagi kejahatan besar," kata Elise Keppler dari Human Rights Watch.

"Kewajiban hukum Afrika Selatan sebagai anggota ICC berarti bekerja sama dalam penahanan al-Bashir, bukan dalam rencana kunjungannya," katanya.

Pertemuan dua hari diantara negara-negara anggota itu difokuskan pada kerusuhan politik di Burundi dan krisis imigrasi di benua itu.

Burundi terjebak dalam situasi ketidakstabilan akibat Presiden Pierre Nkurunziza memaksakan diri bertarung untuk periode lima-tahun ketiga.

Unjuk rasa dengan kekerasan telah menewaskan 40 orang dan 100 ribu orang lainnya mengungsi, sehingga menimbulkan kekhawatiran masalah keamanan dan kedamaian di kawasan itu.

Mugabe dan Zuma juga dijadwalkan menyampaikan pidato pada Ahad.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Presiden baru Nigeria Muhammad Buhari, yang tengah menghadapi pertempuran dengan Boko Haram.

Pemimpin dua negara besar Afrika lain, Mesir dan Angola, tidak hadir dalam pertemuan itu.

KTT itu dilaksanakan dua bulan setelah munculnya gelombang kekerasan xenofobia di sebagian kawasan Johannesburg dan Durban, ketika para imigran Afrika diburu dan diserang oleh sekelompok orang.

Setidaknya tujuh orang tewas dalam kerusuhan yang merusak hubungan antara Afrika Selatan dan banyak negara di kawasan itu yang mengeluhkan warga negara mereka telah diserang.

Masalah xenofobia akan dibicarakan dalam sesi tertutup pada Ahad sebelum upacara pembukaan.

Sesi tersebut juga akan membicarakan masalah migrasi karena sekitar 1.800 imigran Afrika dan Timur Tengah sepanjang tahun ini tewas dalam upaya menyeberangi laut Tengah.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement