Ahad 21 Jun 2015 15:19 WIB

Warga Mali Berharap Perdamaian Sesungguhnya

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Angga Indrawan
Kaum pemberontak Tuareg.
Foto: AP/David Guttenfelder
Kaum pemberontak Tuareg.

REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Pemimpin Kelompok Tuareg dan Pemerintah Mali sepakat berdamai, Ahad (21/6). Mereka telah menandatangani kesepakatan damai pada Sabtu (20/6).

Kesepakatan ini ditandatangani di Bamako disaksikan oleh Aljazair. Ini juga sebagai tanda berakhrinya pemberontakan sejak Mali merdeka dari Prancis 1960 lalu.

Dilansir Reuters, Sabtu (20/6), kelompok Tuareg sepakat untuk berada dibawah kepemimpinan pemerintah Mali. Sebanyak 2.012 anggota Tuareg saat ini disiapkan untuk mengatasi ancaman ISIS.

Tuareg adalah salah satu dari empat kelompok pemberontak yang terakhir menandatangani perdamaian. Sebelumnya kelompok lain telah menandatangani perdamaian sebulan lalu.

Kelompok Tuareg yang dikenal dengan Gerakan Azawad ini sebelumnya menolak untuk bergabung dalam kesepakatan damai. Mereka selama berbulan-bulan hingga Mei melakukan perundingan di Aljazair.

Penandatangan dilakukan oleh Sidi Ould Ibrahim Sidatte dari pihak kelompok Tuareg. Dia mengatakan kesepakatan ini sebagai sebuah harapan proses menuju perdamaian di Mali Utara.

Sidi mengaku kesepakatan ini belum mampu mengatasi keamanan dan menjaga stabilitas daerah utara. "Perjanjian hanya sebuah pengakuan politik saja, tetapi solusi untuk masalah belum ditemukan," jelas dia.

Penandatanganan ini tentu disambut senang oleh Sekjen PBB Ban Ki moon. PBB mengatakan siap mendukung mereka untuk menepati perjanjian. Ban tetap menegaskan tanggung jawab perdamaian tetap berada di tangan pemerintah Mali dan warganya. Kelompok Tuareg menjadi pemberontak utama selama berpuluh-puluh tahu di Mali Utara.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement