REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Gelombang panas menewaskan lebih dari 120 orang selama sepekan terakhir di Kota Karachi, di Selatan Pakistan.
Kondisi suhu ektrem ini diperparah dengan padamnya jaringan listrik pada hari-hari pertama bulan suci Ramadhan di Pakistan.
Pemadaman listrik itu terjadi pada sebagian besar dari pusat keuangan dan perumahan sekitar 20 juta orang Pakistan, di mana warga menyalakan api unggun untuk aksi protes.
"Ratusan pasien yang menderita gelombang panas sedang dirawat di rumah sakit pemerintah," kata Sekretaris Dinas Kesehatan provinsi Sindh Saeed Mangnejo.
Suhu melonjak menjadi 44 derajat Celsius (111 derajat Fahrenheit) pada Sabtu (20/6) dan bertahan di 43 derajat Celsius (109 derajat Fahrenheit) pada Minggu (21/6).
Gelombang panas itu bersamaan dengan lonjakan permintaan listrik seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan, ketika umat Islam berpuasa pada siang hari.
Pemerintah federal Pakistan dan K-Electric, perusahaan swasta yang memasok listrik ke wilayah Karachi, telah berjanji tidak akan ada pemadaman listrik pada saat keluarga-keluarga berkumpul untuk berbuka puasa saat matahari terbenam.
Para pejabat dari K-Electric tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentarnya tentang skala atau penyebab pemadaman listrik, yang menyebabkan banyak keluarga menjalani aktivitas sehari-hari tanpa air, AC, kipas angin dan cahaya.
Salah satu rumah sakit terbesar di Karachi, Jinnah Postgraduate Medical Centre, melaporkan 85 kematian akibat serangan panas dan dehidrasi.
Sebanyak 35 pasien di rumah sakit lain juga meninggal akibat serangan panas, kata para dokter. Sementara dua pasien lainnya meninggal karena komplikasi yang berhubungan dengan panas.
Korupsi dan salah kelola membuat warga Pakistan biasanya mengalami delapan jam pemadaman listrik setiap hari, bahkan di daerah perkotaan yang kaya. Para warga di daerah-daerah miskin terkena pemadaman listrik yang lebih parah.
Pemerintah Pakistan yang kekurangan dana menjual listrik dengan tarif kurang dari biaya produksi, namun keterlambatan pembayaran kepada pemasok menyebabkan kekurangan listrik yang kronis.
Banyak keluarga kaya dan berpengaruh serta para pemilik pabrik memperburuk masalah dengan menolak untuk membayar tagihan listrik mereka atau melakukan penawaran dengan petugas perusahaan listrik yang korup.