REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Peneliti senior untuk Human Rights Watch di Myanmar, David Mathieson mengkritik organisasi biksu yang mengatasnamakan Buddha Ma Ba Tha karena selalu berupaya menyebarkan pengaruh kebencian terhadap Islam. Menurut Mathieson, Buddha Ma Ba Tha menganut paham anti-reformasi karena tidak toleran terhadap perbedaan agama yang ada di Myanmar.
Matahieson memahami bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang mengajarkan kepada kebencian. Untuk itu, ia menilai upaya yang dilakukan oleh Ma Ba tha bukanlah tindakan yang dilandaskan sesuai dengan perintah agama.
Bila melihat serangkaian kekerasan dan pengusiran yang dilakukan organisasi tersebut terhadap umat Islam suku Rohingya, Mathieson memperkirakan ada motif ekonomi dan politik yang dimanfaatkan oleh kalangan tertentu.
"Ma Ba Tha telah menjadi kekuatan yang secara pandangan agama maupun sosial tergolong kepada kekuatan ekstremis. Saya kira mereka melayani kepentingan politik dan ekonomi," Mathieson, dikutip dari Onislam.net, Selasa (23/6).
Diketahui saat ini akibat kekerasan yang dilakukan oleh organisasi Budha di Myanmar telah menyebabkan umat Islam suku Rohingya memilih untuk mencari suaka ke negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Selain teraniaya dan terusir dari Myanmar, kelompok Muslim Rohingya juga harus menghadapi kesulitan untuk memperoleh pengakuan dari negara-negara tempat mereka mencari suaka.