REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebanyak 14 mahasiswa Thailand ditahan sesudah melakukan unjuk rasa menentang kudeta, Sabtu (27/6). Mereka menghadapi ancaman tujuh tahun penjara.
Pembela demokrasi termasuk di antara beberapa pegiat yang berani menantang tentara penguasa Thailand. Penangkapan mereka pada Jumat sesudah unjuk rasa menyerukan pengakhiran pemerintah sehari sebelumnya di Monumen Demokrasi di Bangkok.
Pertemuan dan kecaman politik terhadap penguasa dilarang di bawah penguasa. Panglima tentara Thailand tegas memperingatkan pendukung mahasiswa mengakhiri dukungan mereka.
Kolonel Chumphol Chanchanayothin mengatakan ke-14 pegiat itu, termasuk seorang perempuan, dibawa ke penjara di Bangkok utara pada Sabtu dini hari. Mereka masing-masing dituduh melanggar keamanan negara di bawah pasal 116 undang-undang pidana Thailand.
Pengacara pegiat itu dan kelompok hak asasi menggambarkan tuduhan tersebut sebagai hasutan. Mahasiswa itu juga dituduh melanggar perintah penguasa tentang ketertiban terhadap pertemuan umum.
Sesudah tuduhan itu diajukan, pegiat tersebut dibawa ke mahkamah tentara di Bangkok pada Jumat malam, dengan dikelilingi sejumlah teman dan pendukung mereka.
"Mereka menolak jaminan karena tidak mengakui kewenangan mahkamah tentara," kata seorang aktivis Kunthika Nutcharut.
Saat berbicara kepada wartawan pada Sabtu, Kepala Angkatan Darat Udomdej Sitabutr mengeluarkan peringatan keras kepada setiap pendukung pegiat itu. Ia mengancam akan menangkap para aktivis.
"Pendukung mereka harus dihentikan. Kami tahu semua nama anda," katanya.