Ahad 28 Jun 2015 21:54 WIB

ISIS Bisa Ditangkap Bila Terbukti Bersalah

Rep: Lintar Satria/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah anggota BabinsaTNI menunjukkan lambang ISIS (Negara Islam Irak dan Syiria) di dinding rumah terduga anggota ISIS berinisial Un (32) di Dusun Sumur, Ngadisepi, Gemawang, Temanggung, Jateng Senin (25/5).
Foto: Antara/Dok Kodim Temanggung
Sejumlah anggota BabinsaTNI menunjukkan lambang ISIS (Negara Islam Irak dan Syiria) di dinding rumah terduga anggota ISIS berinisial Un (32) di Dusun Sumur, Ngadisepi, Gemawang, Temanggung, Jateng Senin (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Perkembangan dan berbagai penangkapan teroris di Indonesia di yang didasarkan pada paham radikalisme, anarkisme, atau kekerasan lain yang bernuansa agama cenderung meningkat beberapa tahun terakhir. Namun, Polisi tidak dapat menangkap seseorang hanya karena memiliki faham tertentu.

“Sekarang meskipun mereka kembali ke Indonesia, kami hanya bisa mengintrogasinya. Kalau terbukti tidak melakukan pelanggaran hukum ya kami lepas dan haya dipantau. Kalau melanggar hukum baru bisa di proses,” jelas Kepala Polri, Badrodin Haiti di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (27/6).

Dalam Kajian ramadhan 1436 H ‘Ummatan Walisathan Untuk Indonesia Berkemajuan’ yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim, Kapolri mengatakan sejak maraknya paham ini, 158 Warga Negara Indonesia sudah bergabung dengan ISIS atau NISS (Negara Islam Iraq dan Syiria), 38 diantaranya meninggal dunia, 11 kembali ke Indonesia , sedangkan sebanyak 39 ditangkap (6 di Indonesia dan di Malaysia, 21 di Turki).

Ia menjelaskan radikal ada dua macam, yang melakukan kekerasan dan yang tidak. Baginya yang melakukan kekerasan inilah yang perlu ditindak. Hal ini karena Indonesia ini negara bebas, kalau ia belum melakukan pelanggaran hukum maka tidak bisa ditindak.

Saat ini Indonesia butuh instrumen untuk menguatkan pertahanannya, tambahnya, hal ini berkaitan dengan dasaran pelarangan ISIS. Ia menjabarkan, yang berbahaya itu jika seseorang sebagai relawan pergi ke NISS sehingga mempunyai ketrampilan membuat bom, punya jaringan dan lain-lain sehingga saat sudah di Indonesia membuat berbagai masalah seperti bom bali dan berbagai terorisme akan semakin mudah.

Dalam kesempatan itu pula, Badrodin menyampaikan, yang dapat menjadi pembeda seseorang memiliki paham radikal adalah ideologinya yang tidak mengakui pancasila. Mereka baru mengakui Indonesia jika ideologinya syariat islam.

"Bahkan mereka bilang kita ini masih hidup dalam jaman jahiliah, karena masih pakai ideologi pancasila sebagai sumber segala hukum yang harus dipedomani," katanya. n Lintar Satria

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement